Presiden Intervensi, Anthony Budiawan: Indikasi Ada Duri Dalam Kabinet
JAKARTASATU.COM— Pemerintah mengambil langkah tegas terkait aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya. Izin Usaha Pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang di pulau-pulau kecil di Raja Ampat itu kini dicabut.
Pernyataan ini disampaikan dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025). Jumpa pers ini dihadiri oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dan Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq. Prasetyo mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pencabutan atas IUP empat perusahaan tambang di Raja Ampat.
“Atas petunjuk bapak Presiden, beliau memutuskan pemerintah akan mencabut IUP 4 perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” kata Prasetyo Hadi.
Terkait langkah Presiden Prabowo Subianto dalam menyikapi persoalan penanganan nikel di Raja Ampat mendapat sorotan ekonom Anthony Budiawan.
“Presiden Prabowo Subianto sudah berkali-kali melakukan ‘intervensi’ terhadap kebijakan publik yang seharusnya menjadi tanggung jawab Kementerian,” kata Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) kepada media, Selasa 11/5/2025.
“Terbaru, Presiden Prabowo, melalui pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, mencabut izin usaha pertambangan (nikel) di pulau-pulau kecil di Raja Ampat, Papua, kemarin 10/06/2025,” sambungnya.
Dalam pengamatan Anthony, Intervensi pencabutan izin usaha pertambangan ini menandakan ada masalah besar dalam pemberian izin usaha pertambangan tersebut, yang tentu saja mengarah pada pelanggaran serius.
Ia menyebutkan sebelumnya, Presiden Prabowo juga melakukan ‘intervensi’ secara langsung terhadap kebijakan distribusi elpiji 3 kg yang ditetapkan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Kebijakan ini mengakibatkan antrian panjang bahkan ada yang meninggal dunia.
“Kebijakan amburadul tersebut dibatalkan oleh Presiden Prabowo esok harinya. Kemungkinan besar, kebijakan tersebut diambil atas inisiatif Bahlil sendiri, tanpa dikomunikasikan terlebih dahulu dengan Presiden.
Terkait kebijakan aturan baru gas melon, Anthony menunjuk pemberitaan di Kompas “Presiden Prabowo Batalkan Aturan Elpiji 3 Kg Menteri Bahlil, Ini Kata Komisi VI DPR dan Pengamat” (5 Februari 2025) Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia telah meminta maaf atas kegaduhan soal aturan baru pembelian gas sehingga warga tak bisa membeli gas elpiji 3 kilogram di pengecer.
Bahlil meminta agar polemik pemangkasan distribusi elpiji 3 kg tidak dikaitkan ke siapa pun.
Dia menyebutkan, jika ada kesalahan itu adalah kesalahan pihaknya.
Sementara Wakil Ketua DPR yang juga Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco bilang tidak tahu apakan aturan penjualan gas elpiji ini sudah dikomunikasikan bahlil kepada Presiden Prabowo sebelumnya atau tidak.
Namun Dasco bilang presiden prabowo bisa mengambil keputusan terhadap kebijakan menimbulkan polemik di masyarakat.
Kemudian Anthony menyinggung terkait pergantian dua pejabat sebagaimana diberitakan KontanID (21/5/2025) Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Bimo Wijayanto sebagai Direktur Jenderal Pajak dan Letnan Jenderal TNI Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Keduanya telah dipanggil ke Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (20/5/2025).
Usai pertemuan, Bimo membenarkan bahwa dirinya telah diberi mandat oleh Presiden dan arahan dari Menteri Keuangan untuk menjabat sebagai Dirjen Pajak.
Kedua, rencana Presiden Prabowo membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) masih terganjal. Penunjukan dua orang dekatnya sebagai pejabat yang membawahi bidang penerimaan negara, pajak dan bea cukai, menjadi jalan pintas sementara untuk mengendalikan Penerimaan Negara.
Terkait pergantian dua pejabat di Kementerian Keuanganx Anthony menilai intervensi Presiden Prabowo tak kalah menarik pasalnya pergantian dua pejabat tersebut merupakan orang dekat Presiden Prabowo sendiri.
“Yang juga tidak kalah menarik, Presiden Prabowo juga melakukan ‘intervensi’ dalam pergantian dua pejabat penting di Kementerian Keuangan, yaitu Dirjen Pajak dan Dirjen Bea dan Cukai, dan menggantinya dengan orang dekat Presiden,” tukasnya.
Lanjut Anthony, nampaknya, ada dua hal yang menjadi latar belakang intervensi ini, yakni:
Pertama, penerimaan pajak pada triwulan pertama 2025 anjlok tajam, hanya 14,7 persen dari target APBN. Hal ini membuat rasio pajak terhadap PDB pada Q1/2025 ini juga anjlok tajam menjadi hanya 5,7 persen saja. Sangat memprihatinkan. Rasio serendah ini sudah dapat dikatakan masuk kategori krisis fiskal.
Kedua, rencana Presiden Prabowo membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) masih terganjal. Penunjukan dua orang dekatnya sebagai pejabat yang membawahi bidang penerimaan negara, pajak dan bea cukai, menjadi jalan pintas sementara untuk mengendalikan Penerimaan Negara.
Kemudian Anthony mengungkapkan ‘Intervensi’ lainnya antara lain, perintah kepada TNI untuk membongkar pagar laut di pantai utara Tangerang, serta mengawal dan mengamankan Kejaksaan.
“Yang juga sangat menarik dan mengandung nilai politik sangat tinggi, yaitu kasus Jenderal Kunto Arief Wibowo, yang dicopot sebagai Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, dan dibatalkan esok harinya,” jelas Anthony.
Dalam penilaian Anthony, berbagai intervensi yang dilakukan oleh Presiden seperti dijelaskan di atas sangat tidak lazim terjadi dalam sebuah pemerintahan. Hal ini menunjukkan secara jelas, ada duri dalam kabinet Prabowo.
“Hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi terus menerus. Prabowo harus segera mengganti menteri yang menjadi duri dalam daging, agar roda pemerintahan dapat berjalan lebih efektif,” tandasnya. (Yoss)