JAKARTASATU.COM – Ketika dunia kian terhubung, satu pertanyaan mendesak muncul dari balik layar-layar digital di Asia Pasifik. Siapa yang paling siap menghadapi badai siber? Jawabannya, mengejutkan sekaligus membanggakan, Indonesia.
Dalam laporan benchmark perdana bertajuk Cybersecurity Resilience in Mid-Market Organisations 2025 yang dirilis oleh Palo Alto Networks, Indonesia muncul sebagai pemimpin di Asia Tenggara dalam indeks keamanan siber untuk perusahaan-perusahaan menengah. Skor yang dicatat Indonesia mencapai 20,65 dari 25, jauh melampaui rata-rata kawasan. Sebuah capaian signifikan yang menandakan kesiapan dan kesadaran tinggi terhadap ancaman digital yang makin kompleks.
Namun di balik angka-angka yang menggembirakan itu, terselip paradoks yang tak bisa diabaikan. Sementara negara ini membuktikan dirinya tangguh dalam pertahanan digital, langkahnya justru tertatih dalam adopsi kecerdasan buatan atau AI dalam sistem keamanan. Di tengah gelombang transformasi digital global, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan yang bisa menjadi titik lemah di masa depan.
Investasi Siber yang Tak Lagi Sekadar IT
Dalam benak banyak pengusaha, keamanan siber selama ini mungkin hanya urusan tim IT. Namun kini, paradigma itu bergeser. Anggaran keamanan siber di Indonesia untuk sektor menengah telah menembus angka rata-rata 14,4 persen dari pendapatan perusahaan. Ini bukan main-main. Di dunia yang serba daring, keamanan digital telah diakui sebagai pondasi utama strategi bisnis.
Tiga pendorong utama investasi ini mencerminkan urgensi yang dirasakan para pelaku usaha: perlindungan pelanggan, kepatuhan terhadap regulasi, dan keberhasilan transformasi digital. Bukan lagi sekadar reaktif terhadap serangan, perusahaan-perusahaan di Indonesia mulai membangun pertahanan secara proaktif.
Menurut Michelle Saw, Wakil Presiden Ekosistem Asia Pasifik dan Jepang di Palo Alto Networks, keamanan siber kini bukan lagi pelengkap, melainkan pusat dari ketahanan bisnis. “Banyak perusahaan menengah masih mengejar ketertinggalan mereka. Kami melihat peran mitra menjadi sangat krusial, terutama dalam edukasi dan integrasi AI,” ungkapnya.
