JAKARTASATU.COM – Musim tanam 2025/26 diprediksi menjadi babak baru dalam dinamika komoditas minyak nabati global. Dengan tren produksi yang menguat di negara-negara penghasil utama, dunia tengah bersiap menghadapi peningkatan pasokan dan konsumsi empat jenis minyak nabati terbesar—minyak kedelai, kelapa sawit, kanola, dan bunga matahari. Analisis terbaru dari Hedgepoint Global Markets mengungkap peluang dan tantangan yang akan membentuk pasar tahun depan, mulai dari dampak iklim hingga konflik geopolitik.
Kebutuhan akan biofuel diproyeksikan menjadi motor utama lonjakan permintaan minyak nabati. Beberapa negara diperkirakan akan menaikkan standar campuran bahan bakar nabatinya, mendorong konsumsi industri yang lebih besar. Dengan pasar yang makin terhubung secara global, dinamika ini akan memengaruhi pola ekspor dan impor lintas benua.
Minyak Kedelai: Antara Kenaikan Produksi dan Ancaman Iklim
Musim 2025/26 menjanjikan peningkatan suplai minyak kedelai berkat proyeksi panen yang lebih tinggi di Argentina, Brasil, dan Amerika Serikat. Namun, permintaan dari pasar besar seperti Tiongkok dan India juga diprediksi melonjak. Tiongkok, khususnya, akan meningkatkan penggilingan kedelai dan mengimpor sekitar 112 juta ton kedelai untuk memenuhi kebutuhan domestiknya.
Luiz Roque, Koordinator Intelijen Pasar di Hedgepoint Global Markets, menegaskan bahwa meski produksi naik, stok akhir global hanya akan sedikit lebih tinggi dibanding musim sebelumnya. Hal ini terjadi karena pertumbuhan konsumsi, terutama untuk biodiesel, tetap signifikan. Ia juga mengingatkan bahwa proyeksi ini masih mengandalkan asumsi hasil panen penuh. “Segalanya bisa berubah jika cuaca tak bersahabat,” ujarnya.
India, lanjut Roque, cenderung mengurangi konsumsi minyak kedelai dan beralih ke minyak sawit, seiring dengan peningkatan produksi dari Indonesia dan Malaysia.
Minyak Kelapa Sawit: Optimisme dari Asia Tenggara
Indonesia dan Malaysia, dua raksasa produsen minyak sawit, diprediksi akan mencetak peningkatan produksi dan ekspor. Indonesia berpotensi menaikkan produksi dari 46 juta ton menjadi 47,5 juta ton dan meningkatkan ekspor dari 22,6 menjadi 24 juta ton. Malaysia diperkirakan naik dari 18,7 juta ton menjadi 19,2 juta ton dalam produksi dan dari 15,4 menjadi 15,8 juta ton dalam ekspor.
Permintaan dari India terhadap minyak sawit juga akan melonjak, dari 7,7 juta ton ke 8,7 juta ton. Fenomena ini memperkuat pergeseran preferensi India dari minyak kedelai ke minyak sawit, karena faktor harga dan ketersediaan. Namun, seperti minyak kedelai, semua proyeksi ini rentan terhadap fluktuasi cuaca dan hasil panen aktual.
Minyak Kanola: Stabil di Tengah Dinamika
Tidak seperti minyak lainnya, minyak kanola menunjukkan proyeksi yang relatif stabil. Panen di negara-negara produsen utama—Kanada, Tiongkok, Rusia, dan Uni Eropa—tidak mengalami perubahan signifikan. Meski ada kecenderungan penurunan ekspor dari Kanada, stok akhir global hanya diperkirakan sedikit turun dari musim sebelumnya.
Minyak Bunga Matahari: Terombang-Ambing Konflik dan Cuaca
Pasar minyak bunga matahari tetap bergantung pada stabilitas dua pemain utama—Rusia dan Ukraina. Konflik berkepanjangan dan ketidakpastian di Laut Hitam sebagai jalur ekspor utama membuat prediksi sangat dinamis. Namun, musim 2025/26 memperlihatkan harapan. Ukraina diperkirakan akan meningkatkan produksi dari 5,3 juta ton menjadi 6 juta ton dan mengekspor hingga 5,6 juta ton, naik dari 4,9 juta ton pada 2024/25.
Peningkatan ini didorong oleh perluasan lahan tanam dan pemulihan dari kerugian akibat cuaca ekstrem. Di sisi permintaan, Tiongkok dan India disebut sebagai dua pasar yang menunjukkan tren peningkatan impor.
Dunia Berada di Titik Kritis Minyak Nabati
Di tengah dorongan global untuk energi terbarukan, ketahanan pangan, dan penguatan rantai pasok, sektor minyak nabati memainkan peran strategis. Namun, ketergantungan pada faktor iklim, kebijakan negara, dan dinamika geopolitik menuntut para pelaku pasar untuk tetap waspada dan adaptif.
Hedgepoint Global Markets, yang berpengalaman dalam manajemen risiko dan intelijen pasar untuk komoditas global, terus memantau perkembangan dan memberikan wawasan berbasis data kepada para pemangku kepentingan. Dengan jaringan di lima benua dan lebih dari 60 komoditas dalam portofolio, perusahaan ini menekankan pentingnya teknologi dan inovasi dalam pengambilan keputusan strategis.|WAW-JAKSAT