EDITORIAL JAKARTASATU Kesepakatan Sudah Final: Aceh Berdiri Atas Hukum, Bukan Ambisi
Di tengah dinamika politik kewilayahan, satu hal harus kembali harus kita tegaskan: negara ini tidak boleh bermain-main dengan sejarah dan hukum yang telah disepakati.
Sengketa antara Sumatera Utara dan Aceh soal empat pulau di kawasan Singkil — yakni 4 Pulau yaitu Pulau Panjang, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, dan Pulau Lipan — bukan lagi isu abu-abu. Ini bukan ruang untuk tafsir ulang. Ini soal kepatuhan terhadap kesepakatan resmi negara.
Pada tahun 1992, ada mediasi Menteri Dalam Negeri saat itu, Rudini, telah disepakati penyelesaian batas wilayah. Gubernur Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) dan Gubernur Aceh (Ibrahim Hasan) menandatangani kesepakatan resmi di Jakarta.
Hasilnya tegas: Empat pulau tersebut adalah wilayah administratif Provinsi Aceh, tepatnya di Kabupaten Aceh Singkil. Tak hanya disepakati secara politik, kesepakatan ini mendapat legitimasi hukum tertinggi:
UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 246, yang menyatakan bahwa batas wilayah Aceh merujuk pada ketetapan dan peraturan terdahulu, termasuk kesepakatan 1992.
Putusan Mahkamah Agung No. 01.P/HUM/2013, yang dengan tegas menolak gugatan Sumut.
Dokumentasi resmi Kemendagri dan Arsip Nasional, yang mencatat kesepakatan ini sebagai dokumen legal dan final.
Nah mengapa kini masih ada klaim ulang?
Kini, ketika pemerintah Provinsi Sumut kembali mencoba mengklaim wilayah tersebut, pertanyaan mendasarnya adalah: untuk kepentingan siapa? Apakah untuk rakyat, atau untuk kepentingan tertentu yang bertabrakan dengan akal sehat dan hukum? Sumut bukan hanya sedang mengklaim wilayah, tetapi sedang menguji batas toleransi negara terhadap pelanggaran administratif dan etika bernegara. Ini bukan semata soal pulau, ikan, atau potensi ekonomi.
Ini soal: Apakah hukum di negeri ini masih bisa dipegang?
Apakah janji negara kepada daerah masih dihargai?
Aceh Taat Hukum, Sumut Harus Tahu Diri
Aceh tidak bergerak liar. Tidak mengklaim melebihi hak. Tidak bermain opini. Aceh memilih diam, tapi berdiri tegak di atas dasar hukum dan kehormatan. Sementara itu, langkah Sumut untuk terus “menggoyang peta”, tanpa dasar legal dan tanpa membaca arsip, justru menunjukkan betapa dangkalnya cara pandang terhadap konstitusi dan kesepakatan nasional. Dalam bahasa sederhana: Ini bukan lagi soal batas wilayah. Ini soal batas akal sehat.
Warga Indonesia harus Bersikap: Kebenaran Tak Butuh Panggung, Hanya Butuh Dokumen dan Kejujuran Kami di Jakartasatu percaya:
Bahwa negara dibangun di atas konsensus, bukan keinginan sepihak.
Bahwa hukum yang sudah final tak boleh ditawar demi syahwat kekuasaan daerah.
Bahwa integritas Aceh dalam menjaga kesepakatan 1992 adalah teladan, bukan hambatan.
Jika hari ini Sumut memaksakan kehendak tanpa dasar hukum, lalu besok provinsi lain ikut menafsir ulang peta, apa lagi yang tersisa dari Indonesia sebagai negara hukum?
Akhirnya saatnya Tegas, Bukan Kabur dari Tanggung Jawab Kesepakatan tahun 1992 adalah dokumen negara, bukan memo pribadi. Putusan Mahkamah Agung adalah hukum yang mengikat, bukan opini hukum.
UU Pemerintahan Aceh adalah pilar otonomi, bukan undang-undang hiasan. Aceh sudah menahan diri terlalu lama. Kini, giliran negara yang harus menegakkan keadilan — bukan untuk siapa-siapa, tapi demi wibawa hukum itu sendiri.
Tulisan ini ini adalah pernyataan sikap merespon yang terjadi karena Keadilan harus dijaga, dimulai dari menghormati apa yang sudah disepakati. Tabik…!!!(ED/jaksat-ata)
AADPSE (Ada Apa Dengan Profesor Sofian Effendi) ?
Oleh: Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes
Judul diatas (AADPSE) sengaja dipilih karena mengingatkan kita pada Judul Film...
JAKARTASATU.COM- Forum Dosen Hukum Pidana Indonesia menyatakan keprihatinan mendalam sekaligus menolak tegas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) 2025 yang tengah dibahas DPR...
JAKARTASATU.COM- Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, angkat bicara atas vonis 4,5 tahun penjara yang dijatuhkan kepada Tom Lembong hari ini. Dalam pernyataannya...
CERI: Jaksa Agung Jangan Mengkhianati Komitmen Presiden Untuk Melibas Mafia Minyak di PertaminaJAKARTASATU.COM — Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) menilai mustahil dua...
BINGUNG
Oleh : Girarda
Pemerhati Sosial
Cerita yang lalu dianggap dongeng
Cerita masa depan dianggap fatamorgana
Cerita hari ini dianggap hoax
Cerita sendiri dianggap hebat
Maunya semua orang bertepuk tangan
Tak peduli...