
JAKARTASATU.COM – Pada malam yang hangat di jantung Jakarta, 12 Juni 2025, diplomasi tak hanya berbicara lewat pidato dan protokol. Ia menyapa dengan nama panggilan akrab dan kenangan pribadi. Menteri Komunikasi dan Digital Republik Indonesia, Meutya Hafid, menyampaikan ucapan selamat ulang tahun kemerdekaan ke-147 bagi Republik Filipina. Namun lebih dari itu, ia menawarkan pesan yang lebih dalam. Pesan solidaritas, persahabatan, dan visi bersama menuju masa depan digital Asia Tenggara yang inklusif dan beretika.
Di hadapan para diplomat, pemangku kebijakan, dan sahabat-sahabat dari Filipina, Meutya mengungkapkan bahwa hubungan antara kedua bangsa bukan hanya soal peta dan geografi. Ia bukan sekadar relasi bilateral, melainkan simpul sejarah, nilai-nilai budaya yang bersenyawa, serta tekad politik yang telah lama berjalan seiring sejak kelahiran ASEAN.
“Sebagai sesama pendiri ASEAN, kedua negara telah berdiri berdampingan dalam memperjuangkan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran kawasan Asia Tenggara,” ujar Meutya dalam peringatan yang digelar di Jakarta Pusat.
Ucapan itu bukan basa-basi diplomatik. Indonesia memiliki catatan sejarah nyata dalam mendukung perdamaian di Filipina, salah satunya melalui fasilitasi Jakarta Accord pada tahun 1996—momen penting yang menegaskan peran Indonesia sebagai mitra regional yang tidak hanya mengamati, tetapi juga turut memfasilitasi rekonsiliasi.
Kini, ketika Filipina bersiap memegang estafet kepemimpinan ASEAN pada tahun 2026, Indonesia menyatakan dukungan tanpa syarat. Namun lebih dari itu, Meutya menyampaikan seruan strategis yang menggarisbawahi pentingnya menjadikan transformasi digital sebagai poros kolaborasi ke depan.
“Sebagai dua demokrasi dinamis dan ekonomi yang terus tumbuh, Indonesia dan Filipina memiliki tanggung jawab besar untuk membentuk masa depan digital yang aman, etis, dan berorientasi pada martabat manusia,” tuturnya.
Di tengah sorotan global terhadap dampak kecerdasan artifisial terhadap ruang publik, privasi, dan demokrasi, seruan ini tak bisa dianggap angin lalu. Meutya menekankan bahwa pengembangan AI harus dilakukan secara bertanggung jawab melalui kebijakan yang inklusif, inovasi yang etis, serta riset dan pertukaran talenta antarbangsa yang intensif.
