EDITORIALJAKARTASATU: Jika “Ijazah Itu Palsu”, Maka Negara Ini Sudah Lama Ditipu

NGERIIII…jika dugaan ijazah palsu itu Palsu betapa sedih bangsa ini, tapi  kini kasus memasuki babak yang semakin mengerikan. Bukan hanya soal otentisitas sebuah dokumen pendidikan, tapi soal wibawa negara yang digadaikan, keadilan yang ditutup-tutupi, dan aparat penegak hukum yang diduga justru melindungi kebohongan.
Seorang politisi Beathor Suryadi, senior di PDIP sendiri, menyebut bahwa ijazah Joko Widodo diduga kuat dibuat di tempat yang disebut publik sebagai “Universitas Pasar Pramuka”—sebuah metafora untuk praktik pemalsuan dokumen.
Ada nama-nama disebut. Kronologi diurai. Ledakan ini tidak bisa lagi disapu di bawah karpet. Pengamat Politik kebangsaan Rizal Fadillah menulis bahwa Mabes Polri memang telah membuka penyelidikan. Tapi publik tahu: sejak kapan pengusutan terhadap elite kekuasaan berjalan jujur di negeri ini? Ketika laporan tentang pemalsuan dihentikan secara sepihak, dan pelapor malah dijadikan tersangka pencemaran nama baik, maka yang dicemari sebenarnya bukan nama seorang Presiden, melainkan nama baik hukum itu sendiri.
Kata Rizal bahwa dugaan ijazah palsu UGM Joko Widodo mulai memasuki babak baru setelah temuan “Universitas Pasar Pramuka” mengemuka. Beathor Suryadi adalah pengungkap soal pembuatan ijazah di Pasar Pramuka pasca adanya pertemuan Tim Solo “Jokowi” dengan Tim Jakarta “PDIP” di Jakarta. “Pembuatan itu berujung pada pendaftaran ke KPUD DKI Joko Widodo sebagai Calon Gubernur dan ke KPU sebagai Calon Presiden,”tulisnya
Negara Jangan Berpura-pura Buta Ijazah adalah dokumen fundamental. “Jika palsu”, maka semua jabatan yang lahir darinya adalah cacat konstitusional. Maka pertanyaan paling berani harus diajukan: Apakah selama ini bangsa ini dipimpin oleh seseorang yang tidak pernah lulus dari UGM? Jika ya, maka ini adalah penipuan terbesar dalam sejarah Republik.
Dan jika negara, kampus, kepolisian, dan lembaga pemilu semua bersekongkol untuk membiarkannya, maka kita sedang hidup di dalam sistem kebohongan yang dilembagakan. UGM harus membuka semua data—bukan sekadar siaran pers asal-asalan.
Buka arsip, hadirkan saksi hidup, munculkan dokumen akademik asli yang bisa diverifikasi forensik. Jika tidak, UGM telah berubah dari kampus perjuangan menjadi kampus pengkhianatan. Intelektual Jangan Jadi Boneka Di tengah badai ini, suara intelektual dibutuhkan. Tapi sayangnya, terlalu banyak intelektual memilih aman. Takut kehilangan jabatan, panggung, atau proyek. Mereka lupa, tugas seorang intelektual bukan menyenangkan kekuasaan, tapi membongkar kebusukan. Kini, sejarah memanggil. Siapapun yang masih punya akal sehat dan integritas, harus berdiri. Bukan di belakang opini Rizal Fadillah atau Beathor Suryadi, tapi di belakang kebenaran.
Ijazah itu palsu atau asli harus diuji. Bukan ditekan. Bukan dikubur. Kepolisian, Apakah Kalian Penjaga Hukum atau Satpam Kekuasaan? Obstruction of justice, kriminalisasi pelapor, hingga penghimpunan laporan-laporan pencemaran nama baik yang bias—semua ini mencerminkan institusi yang lebih mirip operator politik, bukan penegak hukum. Rakyat bisa muak. Jika benar ijazah itu palsu, maka yang harus diadili, tapi jaringan mafia politik yang meloloskannya. Dan kalau itu semua terbukti benar, maka sejarah akan mencatat: Indonesia pernah dipimpin oleh kepalsuan dengan ijazah palsu yang seakan dilindungi oleh negara palsu. (red)