PBHI Jakarta Desak Komnas HAM Lindungi Korban Kejahatan Perbankan
JAKARTASATU.COM– Kejahatan perbankan semakin merajalela, korban kejahatan perbankan mulai resah dan mencari perlindungan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Salah satu korban bernama Ibu Endang Setia Handayani (56 Tahun), warga negara Indonesia yang beralamat di Jl. Camar XXIV, Pondok Aren Kota Tangerang Selatan, didampingi oleh Kuasa Hukum dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta menyatakan bahwa Ibu Endang adalah korban kejahatan perbankan yang terancam kehilangan aset rumahnya akibat ketidak hati-hatian pihak Bank Rakyat Indonesia (BRI).
“Bank dalam memberikan kredit kepada nasabah didasarkan atas kepercayaan, oleh karena itu untuk menjaga keamanannya sudah seharusnya bank di dalam menyalurkan kredit benar- benar yakin bahwa nasabahnya akan mampu mengembalikan pinjaman yang diterimanya dengan waktu yang telah dijanjikan,” kata Ketua PBHI Muhamad Ridwan Ristomoyo, S.H kepada wartawan Jakartasatu.com, Selasa 1/7/2025.
Sejalan dengan apa yang diatur dalam pasal 2 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.
“Adapun rangkaian dari prinsip kehati- hatian adalah Prinsip Mengenal Nasabah dan Sistem Informasi Debitur,” imbuhnya.
PBHI, sebelum mendatangi Komnas Ham, PBHI Jakarta bersama Ibu Endang saat ini sedang mengajukan sengketa Informasi ke Komisi informasi pusat. Dengan nomor perkara 009/II/KIP-PSI/2025, untuk meminta kepada Bank BRI agar dapat diberikan Surat perjanjian kredit antara PT. Mitra sempurna(debitur) dengan bank BRI cabang tanah Abang (kreditur), Sertifikat hak tanggungan atas nama endang setia handayani, AHU atas nama PT. Mitra Sempurna, Surat perjanjian kerja (SPK), namun permintaan ini mengalami kebuntuan dikarenakan Pihak Bank BRI tidak mau memberikan dokumen – dokumen tersebut seakan – akan Bank BRI sedang menutupi sesuatu padahal Ibu Endang merupakan penjamin dam pengajuan kredit tersebut, terlebih lagi rumah Ibu Endang lah yang menjadi jaminan.
“PBHI Jakarta meminta kepada Pihak Bank BRI untuk mengusut Pegawai mereka yang melakukan Tindakan ceroboh dan tidak menerapkan prinsip kehati – hatian, selain itu juga Pihak Bank BRI juga harus menindak tegas Pegawai yang terbukti karena kelalaiannya yang telah merugikan nasabah serta melakukan manipulatif Kerjasama dengan Perusahaan – perusahaan yang tidak aktif dalam memajukan perusahaannya,” ungkapnya.
PBHI Jakarta juga mengingatkan kepada Para Direksi dan Komisaris di dalam tubuh Perbankan bukan hanya Pegawai yang bisa dituntut terkait kesalahan yang dilakukan oleh Pegawai tapi Bank tersebut juga dapat dituntut sebagaimana diatur di dalam Pasal 1367 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa seseorang tidak hanya bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga terhadap perbuatan orang yang menjadi tanggungannya atau barang-barang yang berada dalam pengawasannya.
“Dalam kasus ini, PBHI Jakarta menilai pejabat BRI telah melanggar prinsip kehati-hatian (prudent banking principle) sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. Karena itu, PBHI Jakarta meminta Komnas HAM untuk memberikan jaminan perlindungan bagi korban kejahatan perbankan,” jelas Muhamad Ridwan Ristomoyo, S.H
“Rencananya, PBHI Jakarta akan menyerahkan Laporan Pengaduan korban kejahatan perbankan ini kepada Komisioner Komnas HAM pada 1 Juli 2025, Pukul 16.00 WIB,” paparnya.
PBHI Jakarta juga berencana membuka Posko pengaduan bagi korban kejahatan perbankan untuk mendesak Menteri BUMN (Erick Tohir) melakukan evaluasi terhadap Perusahaan BUMN seperti halnya BRI yang berpotensi menyebabkan kerugian negara.
Di akhir pernyataan yang, dikemukakan, harapan ini senada dengan pernyataan Presiden Prabowo pada bulan April 2025 yang lalu, yang meminta BUMN untuk mengevaluasi semua Direksi, jika jajaran direksi yang malas dan menyalahgunakan kewenangan, agar segera diganti. (Yoss)