JAKARTASATU.COM– Pengamat politik dan pendiri Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menegaskan bahwa kritik terhadap penulisan ulang sejarah harus dilakukan oleh mereka yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang sejarah. Pernyataan ini disampaikan menanggapi pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi yang menyebut bahwa para pengkritik penulisan ulang sejarah harus tahu diri dan profesional dalam literatur sejarah.
Adi menyatakan bahwa dalam konteks akademik dan diskursus ilmiah, memang sudah seharusnya kritik datang dari para ahli yang memiliki kapasitas dan kompetensi terkait bidang yang dikritik. Ia mencontohkan, jika ingin mengkritik buku ekonomi, maka pengkritik harus ahli di bidang ekonomi, begitu pula dengan bidang sejarah dan agama.
“Namun, dalam ruang demokrasi yang terbuka, kebijakan publik, termasuk penulisan ulang sejarah, tetap sah dikritik oleh siapa pun,” kata Adi lewat akun YouTube-nya, Rabu (2/7/2025). Ia menilai bahwa pejabat publik, termasuk menteri, wakil menteri, kepala badan, dan kepala lembaga, juga harus memiliki keahlian sesuai bidangnya agar dapat menjalankan tugas dengan baik.
Adi menyoroti fakta bahwa banyak pejabat publik yang menduduki posisi strategis bukan karena keahlian, melainkan karena pertimbangan politik atau pembagian kekuasaan. “Oleh karena itu, kritik dari publik yang bukan ahli tetap penting sebagai bentuk kontrol sosial,” tekannya.
Pernyataan Adi Prayitno ini menjadi bagian dari diskursus yang lebih luas mengenai penulisan ulang sejarah di Indonesia yang menuai pro dan kontra. Beberapa pihak mengkhawatirkan penulisan ulang sejarah hanya menonjolkan sisi positif dan menghilangkan fakta pahit masa lalu, sehingga mengurangi objektivitas sejarah.
Adi juga menyinggung pentingnya kejujuran dan keberimbangan dalam penulisan sejarah agar menjadi pelajaran berharga bagi bangsa dan tidak mengulang kesalahan masa lalu.
Pernyataan Adi Prayitno ini mendapat perhatian luas sebagai pengingat bahwa kritik yang konstruktif dan berbasis kompetensi sangat dibutuhkan dalam menjaga kualitas penulisan sejarah dan kebijakan publik di Indonesia. (RIS)