Kajian Politik Merah Putih: Tak Punya Rasa Kemanusiaan, Hanya Mbenger
JAKARTASATU.COM– Koordinator Kajian Politik Merah Putih mengatakan dalam kritiknya “Mblenger” ( bahasa Jawa ) berarti merasa enek, senep karena terlalu banyak terpapar sesuatu yang baunya menyengat atau membuat perasaan tidak nyaman karena mencium bau busuk yang terlalu kuat.
“Setiap hari di media sosial hanya soal sepele, “everyday is just about trivial things atau every day is just a matter of small things” – (setiap hari hanyalah tentang hal-hal yang remeh atau setiap hari hanyalah soal hal-hal kecil ),” kata Sutoyo Abadi dalam keterangan kepada wartawan Jakartasatu.com, Ahad (7/7/2025).
““Mblenger” sering disertai rasa bosan, muak dan mual, karena berhari – hari, berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, rakyat disuguhi menu “ijazah palsu”. Bersumber dari manusia brengsek yang tidak tahu diri, tidak tahu batas bahkan tidak tahu malu,” tambahnya.
Jokowi seperti manusia yang keluar dari Kotak Pandora, di kira manusia suci bahkan oleh iblis pemujanya digambarkan seperti nabi. Ternyata sepuluh tahun telah dipimpin manusia jahat, gila, sumber petaka, penderitaan dan kesengsaraan rakyat.
Membuat “mblenger” karena perkara yang sangat sepele dan mudah diatasi dibuat berlarut larut. Keadaan menjadi rumit karena pemimpin itu selama ini terus bertahan dan bersembunyi dari alibinya dibalik ijazah palsunya.
“Bertahan dari pertahanan yang sudah runtuh dan bersembunyi di tempat yang terbuka. Terus menghindar akan semakin dalam tenggelam, dalam lumpur hitam,” ujarnya.
“Itu hanya bisa terjadi pada orang yang “Tidak tahu ahu diri” (self-awareness) tidak memahami kelemahan dan kekurangan diri sendiri, tidak sadar semuanya sudah terbuka dan “tidak tahu batas” (knowing one’s limits) tidak menyadari apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan, serta kapan harus berhenti, mundur atau menyerah,” tutur Sutoyo.
Bahkan meminjam istilah kata Sutoyo, “Tidak tahu malu” merujuk pada sikap atau perilakunya tampak tidak merasa malu atau bersalah atas tindakannya, bahkan ketika tindakan tersebut dianggap tidak pantas atau memalukan.
Masih nekad menyewa iblis berbadan manusia, terus mempertahankan seolah olah ijazahnya asli diduga kuat produksi dari pojok pasar Pramuka. Yang pasti rekayasa dengan cara apapun tidak akan bisa merubah wajah Mulyono menjadi wajah dirinya.
“Tidak mengenal etika, moral semua diterabas, merasa masih berkuasa dan merasa bisa berlindung dari penguasa karena merasa sama – sama terlahir dari kotak pandora tempat menempa iblis metamorfosis menjadi manusia palsu,” paparnya.
Menurut Sutoyo, rasa “mblenger” di hilir wabah melanda kemana mana, tenggelam bersama macan – macam masalah sepele seperti kena laknat para pendiri bangsa “Founding Fathers” yang telah melarang rambu – rambu sakral, jangan membuka kotak pandora dengan mengganti UUD 1945 dan melibas Pancasila.
“Sekarang telah terjadi seperti memaksa membuka kotak pandora, munculah para penghianat negara,” ujarnya.
Sutoyo menilai masalah di hulu telah diingatkan kepada Presiden Prabowo Subianto, Kotak Pandora agar segera tutup kembali sebelum perilaku busuk iblis penghianat negara beranak pihak yaitu Kembali pada Pancasila dan UUD 1945
Di akhir pernyataannya, Sutoyo mengatakan “Mblenger” Presiden Prabowo Subianto tetap belum siuman tidak bergeming. Apa menunggu negara hancur dulu dan atau menunggu rakyat bangkit dan bertindak dengan bendera revolusi. (Yos) .