JAKARTASATU.COM– Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. Jimly Asshiddiqie, menanggapi berbagai keberatan yang muncul terkait putusan MK mengenai pemisahan tahapan pemilu nasional dan lokal. Menurut Jimly, pejabat publik yang saat dilantik telah bersumpah untuk selalu tunduk dan taat pada Undang-Undang Dasar (UUD) seharusnya membiasakan diri untuk menghormati setiap putusan pengadilan, termasuk putusan MK, meski putusan tersebut tidak selalu sesuai dengan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
“Pejabat publik harus tetap menghormati putusan pengadilan, meskipun mungkin tidak menyukai atau tidak merasa diuntungkan oleh putusan tersebut,” ujar Prof. Jimly lewat akun X-nya baru-baru ini.
Lebih lanjut, Jimly menjelaskan bahwa putusan MK yang mengubah pelaksanaan pemilu serentak berdasarkan tingkat pemerintahan merupakan bagian dari penataan sistem pemilu. Namun, ia menyadari bahwa masih banyak pihak yang mempermasalahkan soal masa jabatan lima tahun, khususnya terkait adanya periode transisi.
“Tidak perlu memperumit masalah ini hingga menimbulkan krisis. Cukup dipahami bahwa ini adalah norma transisi yang memang diperlukan dan sudah lazim diatur dalam berbagai peraturan,” jelasnya.
Menurut Jimly, norma tetap masa jabatan adalah lima tahun, namun perpanjangan masa jabatan dalam masa transisi merupakan hal yang wajar dan sering terjadi dalam proses penyesuaian sistem ketatanegaraan. Salah satu pihak yang menolak putusan MK bernomr 135/2024 tersebut adalah Partai NasDem. (RIS)