
JAKARTASATU.COM– Politisi Partai Demokrat Benny K Harman menegaskan kembali ketentuan penting dalam UUD 1945 mengenai kewenangan lembaga negara dalam menetapkan dan mengubah konstitusi serta pengawasan terhadap pembuatan undang-undang. Pernyataan ini disampaikan Benny melalui akun X-nya pada hari Senin (7/7/2025).
Menurut Benny, UUD 1945 dengan tegas mengatur bahwa hanya Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang memiliki hak dan kewenangan untuk menetapkan serta mengubah UUD 1945. Proses perubahan konstitusi pun telah diatur secara rinci sehingga tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Lebih lanjut, Benny menjelaskan bahwa pelaksanaan ketentuan dalam UUD 1945 harus diwujudkan melalui pembuatan Undang-Undang (UU) yang disusun bersama oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Hanya Presiden dan DPR yang diberi hak dan wewenang untuk membahas dan menyusun UU secara bersama-sama,” ujarnya.
Benny juga menyoroti peran penting Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga pengawal dan penjaga konstitusi. MK bukanlah lembaga yang berada di atas konstitusi ataupun pembuat konstitusi, melainkan memiliki kewenangan untuk menafsirkan konstitusi apabila isi dan maksudnya kurang jelas.
“MK berhak dan berwenang membatalkan serta menyatakan tidak sah dan tidak mengikat UU—baik sebagian maupun seluruhnya—yang bertentangan dengan substansi UUD,” kata Benny.
Selain itu, jika putusan MK menimbulkan kekosongan hukum, MK dapat bertindak sebagai legislator positif dengan mengeluarkan putusan ultra petita. Artinya, meskipun pemohon judicial review tidak memintanya, MK dapat membuat norma setingkat UU untuk mencegah impasse hukum atau ketidakpastian hukum yang dapat menimbulkan kekacauan.
Benny menegaskan bahwa kewenangan MK tersebut harus digunakan dengan sangat hati-hati dan konsisten, tanpa sikap mencla-mencle. Semua ketentuan ini diatur agar negara berjalan secara teratur dan tertib, serta mencegah lembaga negara menjadi superbody yang mengambil alih kekuasaan lembaga lain.
Pernyataan Benny K Harman ini menjadi pengingat penting bagi publik mengenai mekanisme ketatanegaraan Indonesia yang menjunjung tinggi prinsip pembagian kekuasaan dan pengawasan antar lembaga negara demi menjaga stabilitas dan keberlangsungan pemerintahan yang demokratis. (RIS)