JAKARTASATU.COM– Pengamat ekonomi senior Anthony Budiawan menilai kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong sarat dengan rekayasa dan kriminalisasi. Pernyataan tersebut disampaikan Anthony dalam wawancara eksklusif bersama mantan Ketua KPK Abraham Samad dalam acara Abraham Samad Speak Up, Ahad.
Tom Lembong didakwa terkait pemberian izin impor bahan baku gula kristal mentah kepada delapan perusahaan gula rafinasi agar dapat diolah menjadi gula kristal putih pada periode 2015-2016. Anthony yang juga menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus ini mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam dakwaan jaksa.
Menurut Anthony, dakwaan terhadap Tom Lembong didasarkan pada anggapan bahwa impor gula kristal putih hanya boleh dilakukan dalam rangka stabilisasi harga. Padahal, pada Januari 2016, izin impor 200.000 ton gula kristal mentah diberikan berdasarkan rapat koordinasi yang menyatakan akan terjadi kekurangan gula nasional akibat minimnya persediaan dan tidak adanya produksi gula dari tebu selama beberapa bulan.
“Tanpa impor, gula akan habis pada pertengahan April 2016 dan terjadi krisis gula,” jelas Anthony.
Anthony juga menyoroti kesalahan interpretasi harga dasar gula dalam dakwaan. Jaksa menganggap harga dasar sebagai harga maksimum, padahal harga dasar seharusnya merupakan harga minimum untuk melindungi petani.
“Fakta menunjukkan bahwa selama 2015-2016, pembelian gula dari petani oleh BUMN justru dilakukan di atas harga dasar tersebut,” katanya.
Selain itu, masalah pajak impor juga menjadi kejanggalan. Meskipun yang diimpor adalah gula kristal mentah dan pajak sudah dibayar sesuai ketentuan, BPKP menilai pajak harus dibayar sesuai gula kristal putih yang lebih mahal, sehingga dianggap ada kurang bayar pajak.
Anthony menegaskan bahwa penentuan kurang bayar pajak adalah kewenangan Dirjen Pajak dan harus melalui mekanisme pemeriksaan administrasi, bukan langsung dijadikan dasar pidana.
Dalam hal defisit gula, Anthony menjelaskan bahwa produksi gula nasional selalu lebih kecil dari konsumsi, sehingga impor gula kristal mentah untuk memenuhi kebutuhan adalah kebijakan yang rasional dan ekonomis. Pada 2016, defisit mencapai sekitar 800.000 ton, sehingga impor 1,2 juta ton gula kristal mentah dilakukan untuk menstabilkan pasokan dan harga.
Ketika ditanya mengapa hanya Tom Lembong yang dijadikan tersangka, Anthony menduga ada motif politik di balik kasus ini. Ia menyinggung adanya intimidasi terhadap Tom Lembong sejak Oktober 2023 ketika ia hendak menjadi co-captain partai pendukung Anies Baswedan, serta dugaan keterlibatan Presiden Jokowi dalam proses penahanan dan dakwaan.
Kronologi pemeriksaan dan penahanan Tom Lembong terjadi antara Oktober 2024 hingga akhir bulan yang bersangkutan, sementara audit kerugian negara baru keluar Januari 2025 dengan angka kerugian yang berbeda dari tuduhan awal.
“Ini adalah kriminalisasi yang dipaksakan dengan alasan yang tidak berdasar secara hukum dan fakta,” tegas Anthony.
Abraham Samad menutup wawancara dengan harapan agar publik dapat memahami fakta kasus ini secara utuh dan tidak terjebak pada narasi yang menyesatkan. (RIS)