JAKARTSATU– Penangkapan kapal asing yamg diduga membawa 3 ton narkoba jenis sabu di perairan perbatasan antara Singapura dan Indonesia, Jumat (23/2/2018) kemarin, perlu mendapatkan perhatian serius. Penangkapan ini hanya berselang tiga hari sejak terungkapnya upaya penyelundupan narkotika sabu seberat 1,6 ton pada 20 Februari, dan terungkapnya penyelundupan 1 juta ton sabu pada 9 Februari silam.
Terungkapnya kasus penyelundupan lebih dari lima ton narkoba jenis sabu hanya dalam tempo kurang dari sebulan perlu mendapat perhatian serius seluruh anak bangsa. Ini yang ketahuan, berapa banyak yang tak ketahuan dan lolos. Jangan sampai Indonesia jadi surga narkoba. Pertama-tama, kita tentu harus apresiasi kerja aparat kepolisian, patroli bea cukai, @INFOBNN, dan TNI Angkatan Laut atas pengungkapan serangkaian upaya penyelundupan narkoba secara besar-besaran tadi.
Kerja keras aparat perlu segera diberi penghargaan oleh pemerintah. Kita semua mendukung kerja keras aparat menggagalkan upaya penyelundupan tersebut. Kedua, hanya kurang dari sebulan, sudah dua kali rekor upaya penyelundupan narkoba terpecahkan. Mulai dari rekor 1,6 ton, dan kemungkinan rekor 3 ton. Meski berhasil digagalkan, hal ini tetap saja sangat memprihatinkan.
Itu artinya Indonesia merupakan pasar narkoba yg sangat besar. Indonesia sedang darurat narkoba. Upaya pemberantasan narkoba ke depan seharusnya fokus pada bgmn mematikan pasar yang sangat besar ini, jadi bukan hanya berusaha mematikan para bandar. Kita harus menjaga anak-anak kita, dan segenap anak bangsa lainnya, dari kemungkinan menjadi konsumen pasar narkoba. Itu sebabnya pemerintah harus merangkul organisasi-organisasi keagamaan, kepemudaan, dan memanfaatkan semua lembaga pendidikan.
Memanfaatkan semua lembaga pendidikan pada seluruh jenjang untuk melakukan upaya pendidikan, pencegahan dan penanggulangan masalah narkoba. Kita harus menyatakan perang terhadap narkoba. Sebuah perang semesta.
Terkait soal yang lebih strategis, saya ingin mengingatkan bahwa wilayah negara kita ini sangat luas, dan kita merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Kondisi geografis semacam itu membuat negara kita sangat rawan terhadap berbagai upaya penyelundupan, termasuk narkoba.
Itu sebabnya, negara harus menguasai sepenuhnya infrastruktur vital seperti bandara dan pelabuhan, karena keduanya merupakan pintu gerbang penting yang menjadi salah satu perbatasan kita dengan dunia luar Jadi, selain kita harus bisa menjaga dengan ketat wilayah perbatasan, baik darat maupun perairan, kita juga tak boleh lalai dalam menjaga bandara dan pelabuhan. Makanya, saya mengkritik keras pemerintah terkait upaya privatisasi bandara dan pelabuhan.
Menurut rencana, akan ada 30 bandara dan 20 pelabuhan yang akan diswastanisasi. Itu keputusan ceroboh. Pengelolaan bandara dan pelabuhan tidak boleh semata-mata dilihat dari kacamata untung dan rugi, tapi harus dilihat dari kacamata strategis yang lebih luas. Bandara dan pelabuhan adalah bagian dari infrastruktur pertahanan dan keamanan negara. Keduanya infrastruktur vital yang harus dijaga dan dikuasai oleh negara, tak boleh hanya karena alasan ekonomi remeh-temeh pengelolaannya kemudian diserahkan pada swasta.
Saya pertanyakan upaya privatisasi bandara dan pelabuhan tadi. Terungkapnya upaya penyelundupan narkoba lebih dari lima ton di wilayah perbatasan, harus dijadikan catatan penting bagaimana kita menjaga wilayah perbatasan dan seluruh pintu gerbang negara ini. Omong kosong pemerintah menyatakan perang terhadap narkoba, jika upaya privatisasi bandara dan pelabuhan tetap jalan terus. RI
*Fadli Zon on Twitter