JAKARTASATU– Saat kampanye Pilpres 2014 Jokowi sangat antusias mengkampanyekan prakarsa Tol Laut dan Indonesia Poros Maritim Dunia. Sampe2 ada seorang tokoh nasional terpelajar menyoal kemampuan akademis Jokowi yg Ilmu Kehutanan memprakarsai Tol Laut. Dinilai tidak punya semacam kompetensi.
Setahun kemudian Jokowi mulai berpindah kampanye ke infrastruktur jalan dan jembatan, khusus nya 8 jalan tol. Promosi dan kampanye Tol Laut dan Poros Maritim Dunia diabaikan. Sangat mungkin Jokowi sadar betul akan kegagalan realisasi target Tol Laut.
Sedangkan infrastruktur perhubungan laut tidak prioritas bahan kampanye. Jokowi lisan berjanji, akan meningkatkan pembangunan pelabuhan di Indonesia Bagian Timur (IBT).
Saat Rizal Ramli lagi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman (30 Juni 2016, Ia menegaskan, Pemerintah akan membangun pelabuhan kecil dan menengah lebih dari 150 di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT).
Jika memang akan dibangun 150 pelabuhan, maka setiap tahun minimal terbangun 30 pelabuhan. Jokowi sudah jadi Presiden lebih 3 tahun, maka minimal Jokowi telah membangun 90 pelabuhan di IBT.
Setelah 3,5 tahun jadi Presiden, betulkah Jokowi telah meningkatkan pembangunan pelabuhan di IBT sebanyak minimal 90 lokasi? Sudah berapa pelabuhan dibangun di IBT? Dua pertanyaan ini masih belum terjawab, karena data, fakta dan angka realisasi janji belum terpenuhi.
Studi NSEAS mencoba menilai kritis kinerja Jokowi selaku Presiden RI urus infrastruktur perhubungan laut sebagai salah satu kewajiban Jokowi selenggarakan. Dalam kajian perhubungan laut, salah satu komponen yakni Kepelabuhan. Kajian ini memfokuskan komponen kepelabuhan.
Di dlm dokumen Nawacita Jokowi berjanji khusus bidang kepelabuhan:
1. Revitalisasi pelabuhan laut yg sudah ada terutama pengembangan Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Bitung sebagai Hub Port berkelas internasional, Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak, Makasar dan Sorong.
2. Peningkatan jumlah pelabuhan kontainer (10 unit).
Janji Jokowi bidang kepelabuhan lebih mendetail dan membanyak tertuang di dlm RPJMN 2015-2019. Rencana pembangunan kepelabuhan al.:
1.Meningkatkan kapasitas 24 pelabuhan, terdiri 5 pelabuhan hub dan 19 pelabuhan feeder. Pelabuhan hub yakni Belawan/Kuala Tanjung, Tanjung Priok. Tanjung Perak, Makassar, dan Bitung. Pelabuhan feeder yakni Malahayati, Batam, Jambi, Palembang, Panjang, Teluk Bayur,Tanjung Emas, Pontianak, Banjarmasin, Sampit, Balikpapan/Kerjangau, Samarinda/Palaran, Tenau/Kupang, Pantoloan, Ternate, Kendari, Sorong, Ambon, Jayapura. Semua kegiatan ini utk mendukung Tol Laut.
2. Pembangunan dan pengembangan 163 pelabuhan non komersial sebagai sub feeder Tol Laut.
3. Pembangunan dan pengembangan 65 pelabuhan penyeberangan.
Rencana Jokowi bangun pelabuhan ditindaklanjuti Kemenhub melalui Renstra Kemenhub 2015-2019, khusus bidang kepelabuhan dan pengerukan, yakni:
1. Pembangunan pelabuhan non komersial lebih kurang 100 lokasi setiap tahun. Jokowi sudah berkuasa lebih 3 tahun, maka minimal sudah terbangun 300 lokasi. Baru rencana tanpa fakta !
2. Pengerukan alur pelayaran 2015 sebanyak 13 lokasi (2015) 24 lokasi (2016), 32 lokasi (2017), 33 lokasi (2018), dan 26 lokasi (2019).
Pada 18/9/ 2017 dilaporkan, pengerukan alur Benoa, Bali. Utk Pelabuhan Belawan masih belum ada laporan, bahkan masih kendala kesalahan kolam pelabuhan tidak bisa melayani Kapal Tol Laut. Rencana pengerukan ini masih jauh dari target dalam realIsasi.
Jokowi di hadapan peserta Marine Environment Protection Committee (MEPC), April 2016, Gedung International Maritime Organi zation (IMO) London, mengklaim, sejak 2015, telah menyelesaikan 27 pelabuhan baru. Juga sedang membangun 68 pelabuhan lagi, tersebar di Maluku, Papua, NTT, dan Sulawesi.
Sumber KONTAN.CO.ID (14 Desember 2017) menyajikan klaim Menhub, Budi Karya Sumadi, sejak 2015 Kemenhub telah membangun sejumlah infrastruktur perhubungan jangka panjang. Namun masih ada sejumlah pencapaian yang masih belum bisa dilakukan.
Menurut Menhub ini, untuk rencana 2015-2019, pd level nasional Kemhub menargetkan pembangunan 306 pelabuhan. Pd 2017, Kemhub baru membangun 37 pelabuhan baru. Sementara, sepanjang 3 tahun ini (2015-2017), Kemhub baru membangun 105 lokasi pelabuhan. Maknanya, Pemerintah selama tiga tahun baru mampu merealisasikan target (306 pelabuhan) sekitar 50 persen. Ke depan masih 50 persen lagi harus terbangun. Atas standar kriteria pelabuhan ini, tidak salah Tim Studi NSEAS menilai kinerja Jokowi buruk dan masih gagal mencapai target, meski utk target 3 tahun.
Pemerintah juga mempromosikan sejumlah pembangunan pelabuhan sebagai PSN (Pembangunan Strategis Nasional). Tapi, setelah 3,5 tahun jadi Presiden, Jokowi belum mampu merealisasikan satupun pelabuhan dimaksud. Hal ini diakui bahkan oleh Menko Perekonomian.
Hingga akhir November 2017, capaian pembangunan infrastruktur yang masuk dalam daftar PSN, yaitu sebanyak 4 proyek telah selesai, 147 proyek dalam tahap konstruksi, 9 proyek dalam tahap transaksi, dan 87 proyek dalam tahap penyiapan (14/12/17).
Kembali mau bangun 150 pelabuhan di IBT, hanya janji semata dan buat warga rakyat IBT simpati dan positif terhadap kepemimpinan Jokowi. No realisasi target !
Era SBY 2010-2014, capaian urusan perhubungan laut al.:
1 Pembangunan kapal perintis 54 Kapal di Indonesia Bagian Timur Indonesia (IBT).
2. Pembangunan/pengembangan fasilitas pelabuhan 289 paket.
3. Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) 2.269 unit, menara suar 282 unit, rambu suar 1.339 unit, tanda siang 135 unit, anak pelampung 38 unit, pelampung suar 415 unit, stasiun vessel traffic services (VIS) 34 unit, kapal patroli KPLP 315 unit, pelayanan angkutan laut perintis utk 84 trayek.
Era Jokowi bisa lebih unggul dgn Pelabuhan internasional Kuala Tanjung Sumut, satu pembangunan kebanggaan Rezim Jokowi. Pembangunan dibiayai tiga BUMN ini diklaim telah berhasil sekitar 90 persen. Menhub Budi Karya Sumadi menargetkan Maret 2018 sudah bisa dilakukan “soft launching”, agar bisa segera digunakan sebagai lokasi persinggahan kapal di
jalur internasional dan menjadi pemasukan bagi devisa nasional. Namun, target Pemerintah tidak tercapai. Maret 2018 telah berlalu, acara “soft launching” belum jua terealisir. RI
*Muchtar Effendi Harahap, Ketua Tim Studi NSEAS