JAKARTASATU– Kasus peretasan situs KPU (Komisi Pemilihan Umum) sejak akhir pekan lalu, yang membuat hasil penghitungan Pilkada Serentak 2018 tak bisa diakses oleh publik, menurut salah satu politisi Gerindra harus menjadi perhatian serius. Salah satu hambatan kenapa kita belum bisa melangkah ke arah ‘paperless election’ atau mulai menggunakan mesin voting dalam Pemilu adalah masih lemahnya jaminan keamanan dunia siber di negeri kita.
“Penyelenggara tak mampu menjamin keamanan suara rakyat dari serangan siber. Adanya peretasan situs KPU di tengah momen krusial Pilkada Serentak 2018 menunjukkan pengamanan situs KPU sangatlah lemah,” sampainya, baru-baru ini, di akun Twitter pribadi miliknya.
Apalagi, lanjut dia, sesudah lewat beberapa hari, kasus peretasan itu belum juga bisa ditangani seratus persen. KPU dan pemerintah menanganinya secara amatiran dan tak serius.
Sejauh ini, untuk mengatasi peretasan, KPU menerapkan sistem buka tutup. “Meskipun bisa mengurangi efek kerusakan, menurut saya cara tersebut tak bisa dipertahankan, karena bisa mengurangi kualitas transparansi penyelenggaraan Pilkada.”
Mestinya, ia melanjutkan, KPU punya skenario canggih, baik mencegah maupun mengatasi kasus semacam ini. “Kita bisa lihat bagaimana dunia perbankan relatif bisa bertahan dari serangan siber dan aman dari retasan.
Anggaran @KPU_RI kan sgt besar, mestinya dgn anggaran besar itu KPU bs membangun sistem keamanan siber ‘ultra secure’.”
Dalam APBN 2018, anggarannya Rp26 triliun untuk pesta demokrasi 2018, baik pelaksanaan Pilkada serentak maupun persiapan Pemilu 2019. KPU tercatat merupakan lembaga kedua sesudah kepolisian yang mendapat alokasi anggaran terbesar pada APBN 2018, yaitu sebesar Rp12,5 triliun. “Apalagi, KPU sebenarnya sdh punya pengalaman dengan ancaman peretasan, seperti pernah terjadi pd awal Februari 2017, pada saat penghitungan suara Pilkada DKI putaran pertama.
Sehingga, kasus semacam ini seharusnya menurut Fadli bisa lebih diantisipasi. “Kenyataan bahwa hal ini kembali terulang menunjukkan pertahanan siber pemerintah sangat lemah. Padahal, sejak 2017 kita sudah membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Untuk menghadapi Pilkada 2018, saya baca Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga sebenarnya sudah membentuk Crisis Centre Siaga 24 jam, bekerja sama dengan tim IT KPU dan Direktorat Siber Bareskrim Polri untuk bersiaga menghadapi serangan peretas.”
Jadi, mestinya menurut dja kasus semacam ini tak boleh terjadi. Kalaupun sampai terjadi, mestinya bisa lebih cepat ditangani. “Harus dipahami, kasus peretasan semacam ini bukan hanya merusak kredibilitas KPU, tapi juga bisa merusak psikologi publik. Kita jadi sulit untuk meninggalkan praktik Pemilu berbasis pencoblosan dan pencontrengan, karena publik kemudian tak percaya terhadap jaminan keamanannya.
Itu sebabnya aparat keamanan harus segera mengusut kasus ini. Jika tidak, tingkat kepercayaan masyarakat bisa runtuh dan sikap saling curiga bisa meluas.
Ini tak kondusif, karena kita sedang menghadapi tahun politik.” Kasus peretasan situs KPU bahkan menurut Fadli harus ditangani sama seperti kasus teror. “Ini teror siber yang bisa mengancam demokrasi. Saya yakin aparat keamanan bisa segera mengungkap dan menangkap pelaku kejahatan siber ini.”
Selain KPU, kasus ini juga menjadi catatan atas keberadaan dan kinerja BSSN. Indonesia saat ini masih rentan terhadap serangan siber. “Sepanjang 2017, misalnya, ada lebih dari dua ratus juta serangan siber.
Berdasarkan riset badan PBB, Internasional Telecommucation Union (ITU), pada 2017 tingkat keamanan siber Indonesia hanya menempati peringkat ke-70 di dunia.” Padahal, pengguna internet di Indonesia telah mencapai sekitar 132 juta orang. Hampir semua transaksi perbankan, pajak, listrik, serta transaksi komersial lainnya, kini dilakukan via internet.
“Belum lagi, belakangan ini pemerintah dan Bank Indonesia juga sedang mengkampanyekan Gerakan Non Tunai dlm berbagai transaksi. Semua itu butuh pengamanan siber.
Kita perlu menagih hasil kerja BSSN yang didesain untuk membangun ekosistem keamanan siber nasional. Tugas BSSN layaknya tugas kementerian pertahanan di dunia maya.”
Tugas BSSN yaitu menghalau setiap ancaman dan serangan yang dapat mengancam atau bahkan merusak infrastruktur siber strategis yang kita miliki, seperti jaringan siber perbankan, bandara, rumah sakit, hingga KPU.
“Jadi, itulah wilayah tugas BSSN, yaitu membangun ekosistem keamanan dunia siber. Saya berharap KPU, BSSN, dan Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri bisa bekerja sama mengatasi dan mengungkap kasus peretasan ini.
Jangan pertaruhkan kepercayaan publik pada para penyelenggara Pemilu. Peretasan situs KPU beberapa hari ini membuktikan pemerintah gagal menciptakan keamanan dunia siber.” RI