JAKARTASATU.COM – Kasus OTT Eni Saragih seakan membuka kotak pandora dibalik layar peran elit elit partai dalam membajak proyek infrastruktur di setiap proyek APBN , APBD dan investasi swasta untuk kepentingan pemerintah.
Sehingga belum diperiksanya Airlangga Hartarto sebagai ketua umum partai Golkar sebagai saksi untuk tersangka Eni Maulani Saragih , Johanes Seokoco dan Idrus Marham oleh KPK sampai saat ini bisa dianggap menambah daftar panjang bahwa KPK terkesan masuk angin dan tebang pilih dalam menyidik kasus korupsi di proyek PLTU Riau 1 , termasuk juga belum menentukan satupun pihak direksi PLN sebagai tersangka.
Apalagi diperoleh informasi bahwa staf khusus Menteri Perindustrian dan merangkap Ketua Bidang Perdagangan , Perindustrian dan Pariwisata partai Golkar Benny Sutrisno ternyata memiliki saham di PT Samantaka Batubara yang merupakan anak usaha PT Blackgold Natural Resourses milik Johanes Soekoco.
Pasalnya Eni Saragih dan Johanes Soekoco sudah menyatakan diberbagai media bahwa ada pertemuan rahasia dirumah pribadi Airlangga Hartato pada medio Januari 2018 telah membahas terkait status “update” proyek PLTU Riau 1 , PLTU Riau 2 , dan PLTU Sumsel 6 serta PLTU Jambi 3. Adapun pertemuan itu dihadiri juga oleh Johanes Soekoco , Idrus Marham dan Machias Markus Mekeng dll , sehingga pengungkapan pertemuan tersebut menjadi sangat penting dalam merekronstruksi rangkaian peristiwa pidana korupsi yang terlibat ikut mengatur beberapa PLTU mulut tambang di Sumatera.
Mengingat hadirnya elit penting partai Golkar dirumah ketua umumnya terkait pengaturan proyek pembangkit listrik dan adanya bukti pengembalian dana sebesar Rp 731 juta dari partai Golkar yang diwakili Wasekjen Sarmuji ke KPK, karena dana tersebut telah dipakai oleh panitia munaslub partai Golkar pada bulan Desember 2017 untuk memilih Airlangga Hartato sebagai ketua Umum.
Pengembalian sebagian uang yang berasal dari suap Johanes Soekoco dari kesepakatan jumlah komisi 2,5% dari nilai investasi USD 900 juta yaitu sekitar Rp 300 miliar , pengembalian uang itu ke KPK dengan alasan ” tidak tau darimana sumbernya” seperti dikatakan oleh ketua media dan penggalangan opini media partai Golkar Ace Hasan Sadjali tidaklah dengan mudahnya harus dipercaya begitu saja dan sekaligus menghilangkan unsur pidana nya , malah seharusnya pengembalian uang itu harus dijadikan alat bukti hukum bahwa benar adanya uang hasil korupsi yang mengalir untuk partai Golkar.
Sehingga KPK diharapkan bisa membuktikan telah terjadi korupsi korporasi oleh elit elit Partai Golkar secara sistematis , terstruktur dan masif , oleh karena itu bahkan partai Golkar terancam bisa dibubarkan , karena diduga telah dengan sengaja menyalahkan gunakan kekuasaan politiknya secara melawan hukum dengan menggunakan alat perangkatnya di DPR untuk mempengaruhi direksi PLN , dan dari hasil dana haram tersebut diduga akan digunakan untuk menjalankan mesin partai menjelang pileg dan pilpres 2019 , dan ada juga sebagian digunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Sehingga Peraturan Makamah Agung nmr 13 tahun 2016 tentang ” Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi ” bisa dikenakan pada partai Golkar sebagai tersangka , karena merupakan sebuah organisasi berbadan hukum.
Lebih jauh dari itu, seharusnya dari rangkaian peristiwa sejak awal tahun 2016 dengan keterlibatan awal Setya Novanto, Idrus Marham dan dilanjuti Erlangga dengan Eni Saragih yang rajin bertemu dengan Dirut PLN Sofyan Basyir diberbagai tempat di dalam maupun di luar negeri, termasuk dengan Direktur Perencanaan Strategis 1 Nicke Widyawati yang bertanggung jawab dan membawahi Divisi RUPTL ( Rencana Umum Penyedian Tenaga Listrik ) dan Direktur Perencanaan Strategis 2 Supangkat Iwan Santoso yang membawahi Divisi IPP ( Independent Power Producer ) akan bisa mengungkap peran masing masing pihak didalam proses pemulusan proyek PLTU itu memeroleh Power Purchase Agreement ( PPA) dari PLN , karena ini adalah ujung dari proses apakah proyek itu layak atau tidak serta komersial untuk dibangun , atau lebih dikenal dengan istilah FID ( Final Invesment Develoment ).
Sehingga terlihat dengan kasat mata memilih skema IPP dengan menunjuk anak usaha PT Pembangkitan Jawa Bali dan PT PLN Batubara sebagai pelaksana proyek PLTU Riau 1 dan lain nya memilih patner PT Blackgold Natural Resources Ltd dan China Huadian Engineering Co Ltd diduga adalah modus yang digunakan memuluskan skenario yang sudah dirancang atas arahan direksi PLN .
Publik sekarang menonton dan menunggu sikap tegas KPK , apakah kasus suap korupsi PLTU Riau 1 ini akan diusut tuntas atau hanya ecek ecek.
Jakarta 25 September 2018
Direktur Eksekutif CERI
Yusri Usman.