Hamlet adalah sandiwara tragedi karya William Shakespeare yang ditulis sekitar tahun 1599-1601. Drama ini adalah salah satu tragedi Shakespeare yang terkenal. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia berjudul Hamlet, Pangeran Denmark.
Tragedi ini menceritakan tentang seorang raja yang meninggal dengan misterius, jandanya lalu menikah dengan saudaranya. Arwah sang raja menghantui istana kerajaan. Ia ingin anaknya, Hamlet, untuk membalas dendam. Pangeran Hamlet yang berjiwa sensitif bersumpah untuk membalas dendam dengan segala cara yang akhirnya harus dibayar dengan mahal.
Lalu sandiwara tragedi karya William Shakespeare yang ditulis sekitar tahun 1603 berjudul Othello. Dalam drama itu yang bermacam-macam kisahnya ada ─ rasisme, cinta, iri, pengkhianatan- sandiwara ini populer hingga saat ini.
Sandiwara ini menceritakan tentang monster yang bernama iri hati. Othello, seorang jenderal yang tidak takut apapun juga di medan perang, takut terhadap pengkhianatan di kamar tidurnya oleh istrinya yang cantik dan pemberani, Desdemona. Letnan muda Othello, Iago, iri hati terhadap Cassio, letnan yang baru dilantik yang menggungguli dia. Roderigo yang bodoh mengirikan hal yang tidak dapat ia miliki: Desdemonoa. Di balik semua penipuan, pengkhianatan, dan pembunuhan adalah orang yang paling dipercayai oleh Othello, Iago. “Wajah seorang jahanam tidak pernah tampak jelas, sampai ketika digunakan.” Betul adanya!
Hamlet adalah sandiwara tragedi karya William Shakespeare yang ditulis sekitar tahun 1599-1601. Drama ini adalah salah satu tragedi Shakespeare yang terkenal. Terjemahan ke dalam bahasa Indonesianya berjudul Hamlet, Pangeran Denmark dan dilakukan oleh Trisno Sumardjo.
Tragedi ini menceritakan tentang seorang raja yang meninggal dengan misterius, jandanya lalu menikah dengan saudaranya. Arwah sang raja menghantui istana kerajaan. Ia ingin anaknya, Hamlet, untuk membalas dendam. Pangeran Hamlet yang berjiwa sensitif bersumpah untuk membalas dendam dengan segala cara yang akhirnya harus dibayar dengan mahal.
Dua drama fenomena karya dramawan Inggris itu dalam bahasa Indonesianya drama karya Shakespeare ini diterjemahkan oleh Trisno Sumardjo.
Nah tahukah kenapa saya menuliskan sekilas dua drama diatas. Ini adalah hanya sekadar kilas balik. Dua drama diatas pernah dipentaskan oleh Satu Merah Panggung Hamlet dengan adaptasi – Bali tahun 1989, lalu Othello, 1988 sutradaranya Ratna Sarumpaet.
karya drama lainnya Romeo and Juliet, bahkan Hamlet, adaptasi Batak, selain sebagai Sutradara ia menjadi pemain. Drama lainnya karya dramawan asing juga pernah digarap Satu Merah Panggung seperti Jean Anouilh adaptasi Batak, 1991.
Namun kiranya Ratna Sarumpaet, yang dikenal Founder, Director Satu Merah Panggung mulai bosan dengan karya dramawan asing hingga akhirnya ia memutuskan sebagai penulis dari karya teaternya. Ratna Sarumpaet yang sempat menempuh kuliah di Fakultas Teknik Arsitektur dan Fakultas Hukum UKI, Ratna akhirnya memilih kesenian sebagai alat perjuangannya dan mulai menuliskan karya yang keberpihakannya pada orang-orang kecil dan marginal menjadi tema setiap karya yang dilahirkannya yang mengupas secara terbuka masalah-masalah kemanusiaan, kebenaran dan keadilan serta mempertanyakannya secara frontal ke hadapan penguasa.
Dalam lima belas tahun terakhir, di tengah kesibukannya sebagai aktivis HAM dan kemanusiaan, Ratna telah menghasilkan sembilan naskah drama, yang membuatnya dikenal di seantero jagat dan seluruh naskah itu ditulis berdasarkan kegelisahannya menghadapi kekuasaan yang cenderung menindas kaum kecil, dan kelompok minoritas. Maluku Kobaran Cintaku / Maluku The Broken Paradise, 2010, Novel
Jamila and The President, FILM, 2009, Writer, Director, Jamila and The President, Play, 2006, Writer, Director, Children of Darkness, 2003, Writer, Director, ALIA The Wound of Aceh, 2000, Writer, Director, Actor, MARSINAH ACCUSESS, Monologue, 1997, Writer, Director, Actor, Terpasung, 1995, Writer, Director, Actor, MARSINAH, Song From The Underworld, 1994, Writer, Director, Dara Muning, 1993, Producer, Writer – Director
Rubayat Umar Khayam, 1974 – Play – Writer, Director
Judul diatas Hamlet dan Othello punya hubungan dengan kisah Satu Merah Panggung. Apa itu Satu Merah Panggung ya Ratna Sarumpaet perjuangan dalam perjalanan hidupnya menjadikan seni teater sebagai alat perjuangan, sekaligus media untuk menyampaikan bentuk protes yang jujur, bernas, dan apa adanya.
Namun apa ini yang saat Ratna buat? Drama terbesar Ratna saat ini?
Jika saja Rendra masih ada maka dia akan jadi saksi dimana Ratna adalah yang perna belajar lebih dalam di Padepokan Bengkel Teater, meski belajar Ratna pada Rendra hanya 10 bulan pernah dipercaya ikut dalam berbagai pementasan Bengkel Teater Rendra. Baginya, Kasidah Barzanzi. Setelah bersama W.S. Rendra tahun 1969, ia memutuskan untuk keluar dan Lima tahun kemudian, setelah menikah dan masuk Islam, ia mendirikan Satu Merah Panggung.
Drama Marsinah: Nyanyian dari Bawah Tanah sekaligus menjadi titik tolak bagi Ratna Sarumpaet untuk melahirkan karya-karya lain berupa kumpulan cerpen, film, dan naskah teater. Bersama teater Satu Merah Panggung, Ratna Sarumpaet sudah mementaskan berbagai karya antara lain, Terpasung, Pesta Terakhir, lanjutan dari kisah Marsinah yaitu Marsinah Menggugat, Alia: Luka Serambi Mekah, Anak-anak Kegelapan, Pelacur dan sang Presiden, dan yang terakhir Titik Terang: Sidang Rakyat Dimulai.
Setelah vakum 7 tahun, di tahun 2013, Satu Merah Panggung mementaskan Titik Terang: Sidang Rakyat Dimulai. Pementasan tersebut menjadi akumulasi dan klimaks dari rasa kekecewaan Ratna Sarumpaet terhadap penegakkan HAM di negeri ini. Banyak kalangan yang menganggap pementasan Titik Terang merupakan masterpiece Ratna Sarumpaet, mengingat semua yang Ratna Sarumpaet persoalkan di naskah-naskah terdahulu sudah menjadi satu di naskah ini. Dalam naskah ini tergambar kondisi keterpurukan Indonesia dan menjelaskan jika negara ini masih mengalami berbagai intervensi dari pihak asing.
Perempuan yang lahir di Tarutung, Tapanuli Utara, 16 Juli 1949 adalah seniman, teater yang kini aktif di organisasi sosial dengan mendirikan Ratna Sarumpaet Crisis Centre. Sarumpaet,
Kembali drama karya besar Shakespeare “Hamlet” yang mempunyai alur cerita yang kompleks. Namun Shakespeare tidak berhenti sampai di situ. Alih-alih berpuas diri dengan sekadar cerita, Shakespeare membumbuinya dengan psikologi karakter yang kuat dan dialog bersajak.
Ada satu tema yang, kalau boleh dibilang, agak samar terpancar dari seluruh rangkaian cerita Hamlet. Tema tersebut adalah absurditas. Begitu banyak hal terjadi tanpa dimaksud yang mempengaruhi jalan cerita. Pada akhirnya semua bertumpuk dan menciptakan moral yang ambigu.
Terkait hal ini paling bagus dicontohkan lewat Ophelia. Ophelia bukanlah sosok yang jahat; malah bisa dibilang “anak baik”. Akan tetapi peristiwa tragis menimpa hidupnya: dia dipermainkan Hamlet, ayahnya meninggal, dan akhirnya menjadi gila. Seolah belum cukup status kematiannya pun tidak jelas. Apakah bunuh diri atau kecelakaan? Bahkan pendeta ragu-ragu menguburkannya secara Kristen.
Maksudnya, ya, kita bisa membayangkan jika sosok ‘jahat’ seperti Claudius (atau Hamlet) yang seperti itu. Sementara Ophelia, ibaratnya “korban tak berdosa”.
Hal yang mirip juga terjadi pada Hamlet. Niatnya mencari bukti kesalahan Claudius tidak buruk — memang orang harus rasional dan tidak gegabah. Akan tetapi bukannya menyelesaikan, pementasan drama justru memicu rusuh.
Begitu juga ketika dia melihat Claudius berdoa dan tidak jadi membunuh, biarpun motifnya egois (dia tidak ingin Claudius masuk surga). Seperti sebelumnya penundaan ini berbuah jelek: akhirnya Hamlet salah menusuk Polonius. Jika saja Hamlet waktu itu tidak ragu — menewaskan Claudius sekali gebrak — takkan terjadi kesedihan berantai. Polonius tetap hidup, Ophelia tidak gila, Laertes tidak dendam, dan Ratu Gertrude juga selamat.
Dunia Hamlet, pada akhirnya, adalah dunia yang kacau dan absurd. Segala hal terjadi tanpa dimaksud, dan moralnya juga abu-abu. Shakespeare sendiri seolah memberi petunjuk lewat dialog:
HAMLET:
Our indiscretion sometime serves us well When our deep plots do pall; and that should learn us There’s a divinity that shapes our ends, Rough-hew them how we will—
Shakespeare, “Hamlet”, Act V scene 2
Bisa jadi Hamlet, dan karya Shakespeare pada umumnya, masih populer sampai sekarang. Alih-alih menguliahi moral Shakespeare dalam karyanya sekadar menyajikan keruwetan hidup. Apa adanya, dan adanya apa. Baik dan buruk kadang sulit dipisahkan.
Perkara hikmah yang dapat diambil, itu diserahkan pada pembaca. Shakespeare tidak memberi kata putus. Dalam hal ini dia seperti teman yang menyodorkan cermin.
As it is, tidak semua gadis perlu dinasihati untuk jadi cantik. Kadang yang dibutuhkan cuma cermin untuk mengurus diri sendiri. Dan Robohnya Satu Merah Panggung pimpinan Ratna Sarumpaet apakah sudah sampai pada dititik ini? Dimana kini nasibnya malah sedang dalam keruwetan yang belum juga menemukan ending di panggung yang sebenarnya?
*) Pencinta drama Alumni mahasiswa Teater STSI, kini (ISBI) BANDUNG
Referensi Drama:
Hamlet @ Project Gutenberg, Hamlet @ Univ. Adelaide, Hamlet @ Perpustakaan MIT dan berbagai sumber.
Koruptor Santun
Cerpen
Wahyu Ari WicaksonoDi salah satu sudut negeri Wakanda yang konon kaya raya, pagi itu di sebuah ruang sidang megah, Moeis berdiri. Mengenakan kemeja...
JAKARTASATU.COM- Politisi PKS yang juga eks Presiden PKS, Tifatul Sembiring tampak menyambut baik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal video skandal dugaan korupsi para pejabat...
JAKARTASATU.COM- Perjalanan dinas ke luar negeri bagi pejabat negara, kini mesti mendapat izin dari Presiden Prabowo Subianto langsung. Hal itu tertuang dalam aturan yang...
Penetapan Tersangka Hasto Kristiyanto Janggal, Politik Adu Domba Jokowi
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi...
JAKARTASATU.COM- Politisi Demokrat Benny K Harman anggap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto siap perang terbuka melawan korupsi. Anggapan Benny itu usai Hasto disebut-sebut memiliki puluhan...