JAKARTASATU– Apa sajakah pasal pasal yang bermasalah dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS)? Demikian kiranya yang akan menjadi pertanyaan setiap masyarakat.
Berikut Pasal-pasal yang dianggap AILA bermasalah:
BAB 1 pasal 1 tentang definisi kekerasan seksual. Terdapat kalimat “hasrat seksual” yang multitafsir.
Kemudian kata “consent” dalam bahasa Inggris, consent berarti persetujuan. Artinya, hukum tidak dapat menjangkau pelaku kejahatan seksual yang tidak dipaksa (yang telah melakukan persetujuan),” kata AILA, Selasa, 23 Juli 2019, di Jakarta.
Kemudian yang dianggap AILA bermasalah adalah adanya kalimat, “Relasi gender sebagai penyebab kekerasan”. “Perlu diketahui bahwa gender tidak sama dengan jenis kelamin. Jenis kelamin hanya ada dua yaitu lelaki dan perempuan,” penegasan AILA.
Sedangkan gender adalah bentuk orientasi seksual yang dipengaruhi oleh banyak hal, contohnya LGBT. Maka, melarang LGBT, menurut AILA berarti termasuk dalam kekerasan, dan menyembuhkannya juga bentuk kekerasan seksual.
Kemudian di Pasal 2 mengenai asas dan tujuan tidak menyebutkan Pancasila dan agama, yang disebutkan hanyalah HAM. “Pasal 11 yaitu bentuk-bentuk kekerasan yang ambigu. Hanya mencakup aborsi, pelacuran dan hubungan seksual yang dipaksa saja,” tambah AILA.
Jadi Zina dan LGBT sudah pasti tidak terkena delik hukum jika dilakukan atas dasar suka sama suka. Namun sebaiknya jangan fokus pada pasal per pasal. Yang harus menjadi perhatian menurut AILA adalah spirit dan desain umum RUU P-KS. “Karena RUU ini jelas jelas ingin melakukan rekonstruksi konsep seksualitas, yang terlepas dari nilai moral dan agama,” tutup AILA.
RI