JAKARTASATU.COM – Penurunan muka tanah atau land subsidence pada dataran Bandung, Badan Geologi Kementerian ESDM telah melakukan beberapa penyelidikan geologi yang meliputi pemetaan geologi, geologi kuarter, geologi teknik, hidrogeologi (air tanah), geologi lingkungan, tektonik, dan gempa. Pada tahun 1993 Badan Geologi telah menerbitkan Atlas Geologi Tata Lingkungan Cekungan Bandung, skala 1:100.000 yang merupakan kegiatan hasil kerjasama antara Pemerintah Indonesia (Badan Geologi, melalui Direktorat Geologi Tata Lingkungan) dengan Pemerintah Jerman (BGR) melalui proyek CTA 108. Penyelidikan Geologi Teknik di wilayah Bandung dan sekitarnya juga sudah dilakukan oleh Badan Geologi sejak tahun 1980an hingga terakhir tahun 2019.
Penurunan muka tanah ini telah terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti di daerah dataran rendah pesisir Pulau Jawa bagian utara pada lapisan batuan yang belum terkonsolidasi secara sempurna, antara lain di Jakarta, Pekalongan, Kendal, Semarang dan Demak, juga di daerah dataran endapan danau purba seperti di daerah Dataran Bandung bagian tengah hingga selatan.
“Badan Geologi sudah melakukan berbagai kajian geologi, geologi kuarter, geologi teknik, hidrogeologi, geologi lingkungan di Wilayah Bandung dan sekitarnya sejak tahun 1980-an hingga saat ini, dan terindikasikan bahwa beberapa wilayah Endapan Danau memiliki lapisan batuan yang dominan mengandung lapisan lempung yang lunak dan mempunyai potensi akan terjadinya penurunan muka tanah,” ujar Kepala Pusat Air Tanah Dan Geologi Lingkungan, Badan Geologi Kementerian ESDM, Andiani, pada Terrace Talk & Cofee Morning “Menguak Lebih Jauh Fenomena Land Subsidence Bandung” di Museum Geologi Bandung, Jumat (13/12/2019).
Penurunan muka tanah merupakan suatu fenomena geologi berupa pergerakan permukaan tanah ke bawah relatif terhadap titik tertentu, baik yang terjadi secara alami maupun akibat adanya aktivitas oleh manusia.
Menurut Andiani, saat ini penyebab utama penurunan muka tanah di Bandung masih menjadi perdebatan beberapa ahli. Namun perlu kolaborasi antara kajian Geodesi (kajian di permukaan) yang didukung dengan kajian Geologi Teknik dan Hidrogeologi (kajian bawah permukaan) untuk mengetahui faktor penyebab yang perlu ditindaklanjuti.
“Penurunan muka tanah bisa disebabkan oleh beberapa hal yaitu, akibat pembebanan bangunan/infrastruktur, proses alami (pemadatan alamian, tektonik, dll), dan akibat pengambilan air tanah yang masif dan distribusi sumur padat,” jelas Andiani.
Untuk melakukan kajian penurunan muka tanah beserta penyebabnya dalam skala yang luas, seperti di wilayah Cekungan Bandung, perlu dilakukan kajian tidak hanya berdasarkan satu sisi pengamatan saja, namun perlu dilakukan kajian dari beberapa metode, antara lain, pengukuran bagian permukaan tanah melalui pengukuran GPS, InSAR, dan pengukuran/pengamatan bagian bawah permukaan yaitu kajian geologi (struktur), hidrogeologi, dan geologi teknik, yang ditunjang dengan alat pemantauan penurunan tanah (ekstensiometer), sehingga hasilnya akan lebih akurat untuk mengetahui penyebab utama terjadinya penurunan muka tanah (land subsidence) di Cekungan Bandung sebagai dasar untuk dilakukan perencanaan dan mitigasi.
Terdapat beberapa kawasan di wilayah dataran Bandung yang merupakan daerah endapan danau purba yang rawan terjadinya penurunan muka tanah yang saat ini dapat dibuktikan dengan nama-nama desa yang memakai istilah Ranca (berarti rawa dalam Bahasa Sunda). Kawasan Danau Purba ini meluas mulai dari barat Cicalengka, Rancaekek, utara Majalaya, Ciparay, Dayeuhkolot dengan endapannya didominasi oleh lempung hitam. Sedangkan dari Dayeuhkolot ke barat sampai Ketapang endapannya dipengaruhi oleh material vulkanik. Sifat dari lempung hitam ini sangat lunak dan mempunyai kompresibilitas yang sangat tinggi, sehingga secara alami dengan beban ketebalan lapisan lempungnya sendiri lempung ini akan mengalami penurunan.*I HER-Biro Jabar