JAKARTASATU.COM – Dewan Harian Daerah (DHD) Pemberdayaan Kejuangan 45 Jawa Barat bersama Forum Komunikasi Patriot Peduli Bangsa (FKP2B) gelar diskusi panel akhir tahun. Diskusi dengan tema Meninjau Kembali UUD’45 dan Perubahannya, Upaya Memulihkan Kedaulatan Rakyat dengan menghadirkan pembicara Asep Warlan, Hatta Taliwang, KH. Abdul Qohar Al Qudsy, Acuviarta Kartabi, Sri Bintang Pamungka, Radar Tribaskoro dan Rizal Fadillah, digelar selasa (24/12/2019) di Hotel Horison Bandung.

Ketua Umum DHD 45 Jawa Barat Letjen TNI (Purn) Yayat Sudarajat dalam pidato pembukaan diskusi menyatakan,  situasi sekarang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini masih meprihatinkan dari seluruh aspek kehidupar berwarga dan bernegara yang berkaitan dengan birokrasi, demokrasi, dan kondisi sosial serta militer dan keaman.

“Salah satu penyebabnya adalah diamandemenya UUD 1945 dengan perubahan yang tidak tanggung-tanggung sampai 300 persen,” ujar Yayat.

Yayat menyoroti salah satu yaitu diubahnya Pasal 6 ayat 1 UUD 19145 yang semula Presiden orang Indonesia asli yang dirubah  harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak menerima kewarganegaraan lain dan seterusnya, mengandung arti  Presiden RI bisa keterunan aseng dan asing yang menyebabkan tidak adanya proteksi terhadap pribumi atau bumiputra.

“Istilah prubumi sendiri sekarang dilarang karena dimaknai diskriminatif dan intolenransi. Padahan pakta sejaran perjuangan RI tidak bisa dipungkiri adanya bangsa pribumi atau orang Indonesia asli dan ada orang bangsa lain. Itu adalah sebuah primsip dasar yang harus dipertahankan sebagai sebuah strategi untuk menggalang ketahanan nasional, dan hal ini sejalan dengan pengakuan PBB tentang hak-hak masyarakat pribumi dalam resolusi PBB,” papar Yayat.

Ungkap yayat, dihadapkan dengan situis perpolitikan sekarang ini bisa kita rasakan bersama bahwa perpolitikan nasional kita butuh modal yang sangat tinggi sehingga nantinya kelompok orang berduitlah yang mampu membangun partai politik. Demikian pula dalam pecalonan anggota  legislatif dan eksekutif yang nantinya sebagai penyelenggara negara.

“Kalua dibiarkan terus seperti ini maka bumiputra akan tersingkirkan dan hanya orang-orang yang berduit yang menjadi penyelenggara negara. Siapa mereka? Mereka adalah yang 1 persen penduduk NKRi ini menguasai 49 persen kekayaan negara yang notabene keturunan aseng dan asing,” keluhnya.

Tambah Yayat, maka bersiaplah suata saat akan terjadi situisi kondisi dimana presiden keturunan aseng dan asing, legislatif keturunan aseng dan asing, bupati, gubernur keturanan aseng dan asing. Kalau ini seudah terjadi situsi kondisi seperti ini karena mereka-mereka berduit, maka yang membuat aturan perundang-undangan pun mereka.

Kalau peraturan perundang-perundangan dibuat mereka maka saat itulah NKRI tercinta kita dengan bumiputranya hilang  dari peredaran. Dengan kata lain NKRI tetap ada tapi visinya suda berubah, Pancasila tetap ada tapi visinya sudah berubah, UUD 1945 ada tapi visinya sudah berubah.

Jangan kaget suatu saat anak cucu kita berkata dulu ada NKRI yang membentang dari sabang sampai merauke, seperti halnya sekarang kita mengatakan dulu ada kerajaan Majapahit yang menyatukan nusantara dengan kekuasan sampai ke Madagaskar. Oleh karena itu sebelum terjadi sadarlah wahai bumi putraku, sesal kemudian tidak berguna.

“Saya mengingatkan dan mengajak untuk segera sadar tentang masa depan anak cucu bangsa ini, dan sama-sama berjuang agar anak cucu bangsa kita ini kedepan tidak punah dan tetap eksis sepanjang masa, bisa sejahtera dan terus bergerak menuju cita-cita nasional bangsa ini untuk menuju kesejahteraan yang lebih baik,” ajak Yayat.

Yayat pun berharap, untuk menggapai semua yang dicita-citakan semua mesti bangkit bergerak berubah menjadikan bumiputra menjadi tuan dinegerinya sendiri dan hal ini bisa terwujud apabila UUD 1945 dikembalikan ke aslisnya disertai dengan penyempurnaannya dengan addendum untuk kepentingan bangsa dan negara serta harus sejalan dengan pembukaannya yang merupakan pokok kaidah negara yang pondamental.

“Agar NKRI ini tidak dikuasai aseng dan asing maka kita seacara bersama-sama harus terus berjuang untuk menjaga generasi penerus kita agar memahami, mendalami, menjiwai serta mengaplikasikan semua pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara dengan kehidupan sehari-hari dan menjadikan mereka para pemimpin bangsa yang handal dan mampu menjadikan rakyat Indonesia menjadi tuan di negerinya sendiri dan harus menjadi bangsa pemenang,” pungkas Yayat.

Semetara itu Asep Warlan Guru Besar dari Universitas Parahiangan yang menyoroti pasal 33 UUD 1945 mengatakan, isi ayat pasal di atas bermakna bahwa segala sesuatu mengenai sumber daya alam termasuk di dalamnya air beserta kekayaan alam lainnya milik atau berada dalam wilayah teritori NKRI berarti dikuasai, diatur, dikelola, dan didstribusikan oleh negara atau pemerintah dengan segenap lembaga pengelolaannya untuk digunakan bagi memakmurkan atau mensejehterakan rakyat Indonesia seluruhnya.

“Namun, mengapa untuk air bersih  saja rakyat harus mengalami kesulitan bahkan harus mengeluarkan biaya cukup mahal? Mengapa harga bahan bakar (bensin, gas) terus naik? Bagaimana dengan tarif listrik? Apakah semua ini mencerminkan negara kita yang katanya gemah ripah lohjinawi,” ungkap Asep.

Asep sangat heran dengan pemerintahan saat ini sangat gemar mengundang investor-investor asing untuk mengelola sumber daya alam Indonesia. ”Padahal kita tahu sejak jaman duhulu penjajah masuk untuk merampok SDA selalu mendapatkan perlawanan dari para pahlawan kita dengan darah dan nyawa, namun kenapa saat ini justru pemerintah aktif mengundang para penjajah,” keluh Asep.

Tambah Asep, jika beralasan kita masih belum mampu, itu merupakan pembodohan yang sejak jaman Orde baru selalu digaungkan, padahal kita cukup tersedia tenaga ahli, teknologi bisa dibeli tanpa harus mengorbankan hak kepemilikan sumber daya alam tersebut.

Asep menegaskan, sudah seharusnya saat ini pemerintah berhenti mengelabui rakyatnya, sumber daya alam sudah seharusnya dikembalikan untuk kemakmuran rakyat Indonesia, bukan bangsa asing.

“Mari suluruh rakyat Indonesia bersatu untuk meperjuangkan hak-hak rakyat atas SDA yang telah dikusai oleh konglomeret maupun asing. Ketidakadilan sudah semakin blak-blakan kita alami saat ini, kembalikan tanah, air, isi perut bumi kepada negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat seperti diamanatkan oleh UUD 1945, khususnya Pasal 33,” tutup Asep Warlan.*I HER- Biro Jabar