Rhenald Kasali/IST

JAKARTASATU.COM – Mantan Direktur Utama Jiwasraya Asmawi Syam yang dicopot di tengah jalan digantikan Hexana Tri Sasongko, menerbitkan buku tentang kisah karirnya selama ini. Asmawi Syam diangkat menjadi Direktur Utama Jiwasraya pada 18 Mei 2018 lalu. Namun entah kenapa, tepatnya hanya berselang bulan di tahun yang sama, yaitu 5 November 2018, Kementerian BUMN mencopot jabatan Asmawi dan menggantikannya dengan Hexana Tri Sasongko.

Pengangkatan Hexana sebagai dirut baru tersebut dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 286/MBU/11/2018. Penyerahan SK pengangkatan Hexana Tri Sasongko dilakukan oleh Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis Kementerian BUMN Hambra Samal di Lantai 7 Kementerian BUMN, Senin (5/11/2018).

Asmawi Syam yang sebelumnya dikenal sebagai tokoh perbankan hingga berhasil menjadi Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk untuk beberapa lama, akhirnya membeberkan kisah karirnya selama ini.

Namun dalam buku tersebut Asmawi tidak menyinggung masalah Jiwasraya, melainkan kisah dirinya saat menghadapi berbagai masalah ketika menjadi seorang bankir.

Cover Buku , “Leadership in Practice: Apa Kata Asmawi Syam” bersama Rhenald Kasali/IST

Melabeli bukunya dengan judul, “Leadership in Practice: Apa Kata Asmawi Syam”, ia berkolaborasi dengan  akademisi sekaligus praktisi bisnis Rhenald Kasali, yang sempat terseret isu Jiwasraya karena pneghargaan yang diberikannya kepada asuransi pelat merah tersebut.

Melalui buku tersebut, Asmawi sedikit membeberkan gaya kepemimpinannya yang mungkin bisa ditiru profesional masa kini. Ia menceritakan dirinya pernah menghadapi pilihan paling berat dalam hidup di tengah-tengah karirnya selama 37 tahun.

Apakah pilihan berat itu terkait Jiwasraya? Ternyata tidak. Pilihan itu terjadi saat Asmawi menjadi kepala cabang Bank BRI di Pulau Seram, Maluku Tengah. Dirinya diminta tes ke kantor pusat BRI di Jakarta untuk melanjutkan pendidikannya ke AS. Pada saat bersamaan, datang tawaran lainnya. Asmawi diminta untuk menjadi kepala cabang di daerah Singaparna, Tasikmalaya.

Sulitnya, pada waktu itu cabang Bank BRI di Singaparna tersebut tengah menghadapi masalah karena seorang nasabah yang sedikit “keras”. Kepala cabang sebelumnya menyerah dan tidak bisa menghadapi nasabah tersebut. Namun tak disangka, Asmawi justru mengambil tawaran berat itu ketimbang sekolah di AS.

“Mungkin itu yang paling berat bagi saya saat dihadapkan pada dua pilihan. Rata-rata orang akan memilih luxury-nya, lanjut S2 ke AS. Saya harus memilih mendapat luxury atau mendapat masalah (kepala cabang di Singaparna), saya kemudian pilih Singaparna,” ujar Asmawi Syam mengenai pilihannya tersebut.

Ternyata pilihan untuk menjadi Kepala Cabang di Singaparna itulah yang menguatkan dirinya. Permasalahan yang ada membuatnya mesti menjadi “singa”. Dia pun diberi fasilitas rumah dilengkapi bodyguard mengingat nasabah yang dihadapinya memang sulit. Kasus yang begitu rumit dan panjang tersebut akhirnya bisa dia selesaikan dalam waktu 10 bulan.

“Sementara Dirut BRI saat itu berpikir saya bisa menyelesaikannya dalam waktu yang wajar, yakni 2 tahun. Saya merasa ini momen paling tepat yang saya ambil sehingga dikenal jajaran direksi. Kalau saya ke AS, mungkin saya enggak menguasai ilmu lapangan ini,” ungkap Asmawi bersyukur.

Setelah itu, banyak kisah lainnya yang menjadikan Asmawi Syam sebagai sosok penting dalam perjalanan bisnis BRI. Sebut saja saat meluncurkan kartu kredit perdana serta  saat membawa BRI masuk ke industri strategis dengan mendanai proyek di PT Dirgantara Indonesia dan PT Pindad.

Dibawah kebijakan Asmawi juga, BRI turut membantu program transformasi PT KAI. Di era kepemimpinannya sebagai Dirut BRI tahun 2016 juga BRI mendapatkan momen penting saat meluncurkan satelit banking pertama di dunia, BRIsat.

Ternyata pilihan berat selalu menguji dirinya. Setelah menjadi Dirut BRI dan asetnya berhasil mencapai Rp 1.100 triliun, tiba-tiba Asmawi diperintahkan untuk memimpin Askrindo yang asetnya hanya sekitar Rp 15 triliun. Namun dengan ikhlas dan berani, Asmawi tetap menerimanya.

Menurut Asmawi, seorang pemimpin akan selalu mampu mengeksekusi program dari ide dan roadmap yang telah dibentuk, di manapun dia ditempatkan. Perbedaan besar itu akhirnya membuatnya perlu melangkah lebih jauh lagi untuk mengeksekusi berbagai program.

Masalnya waktu itu adalah, SDM di Askrindo dengan SDM di BRI pada saat itu memiliki karakter dan potensi yang sangat berbeda. “Untuk itu, seorang CEO terujinya bukan karena perusahaannya besar. Tapi bagaimana kita bisa memimpin perusahaan dan mengeksekusi setiap program apapun perusahaannya,” ujarnya.

“Karena menurut saya persoalan adalah hal yang bisa kita selesaikan,” pungkas Asmawi yang sekarang tengah menjabat jadi Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk.

Sayangnya entah kenapa, Asmawi tidak mau menceritakan kiprah dan temuannya saat menjabat sebagai Dirut Jiwasraya. Padahal kalau dilihat dari kasus yang berkembang sekarang boleh jadi kasus di Jiwasraya merupakan tantangan terberat yang pernah menjadi ujian bagi Asmawi.

Namun terkait masalah Jiwasraya tersebut, setidaknya Asmawi telah berani menjadi salah satu tokoh yang berani mengajukan diri untuk diperiksa lebih awal dari jadwal yang ditentukan oleh Kejaksaan Agung. Ia yang semula dijadwalkan akan diperiksa pada Senin (30/12/2019), tetapi mengajukan diri untuk diperiksa lebih awal yaitu hari Jumat, 27 Desember 2019 lalu. Semoga berkat salah satu kesaksiannya kasus Jiwasraya ini bisa terungkap dengan baik. |WAW-JAKSAT