JAKARTASATU.COM – AGAKNYA Bantul belum jadi kota “Layak Janda”. Bidan Haryati, 35, yang dijemput oknum polisi Gandung, 40, pukul 23.00 baru dipulangkan pukul 01.00, dipermasalahkan warga. Maklum, dia janda cantik, sehingga penduduk khawatir bila terjadi hil-hil yang mustahal atas ibu bidan jelita.
Di mana-mana Pemda mengklaim kotanya sebagai “Layak Anak”, sehingga anak-anak berkeliaran di manapun tak bakalan disodomi orang. Tapi adakah Bupati/Walikota yang berani mengklaim kotanya sebagai “Layak Janda”? Nggak ada! Negara baru bisa menjamin kehidupan orang miskin sesuai pasal 34 UUD 1945. Soalnya baik UUD 1945 yang masih asli maupun telah diamandemen Amien Rais, tak ada yang mengamanatkan: janda cantik tapi terlantar dipelihara negara…….
Di Bantul DIY, idem dito. Janda cantik atau jelek, kaya atau miskin, hidup atas tanggungan sendiri. Seperti Ny. Haryati warga Timbulharjo, Sewon, untuk menafkahi dirinya dia bekerja sebagai bidan, sesuai dengan keahliannya. Dan sesuai dengan bidang tugasnya, dia tengah malam dipanggil pasien dan kembali lagi menjelang subuh, itu sudah merupakan hal biasa.
Tapi jika bidan Haryati ini dijemput dan diantar pulang oleh orang yang sama secara terus menerus, apakah benar itu keluarga pasien? Bila benar suami pasien, berapa orang sih istrinya yang tengah melahirkan? Taruhlah bininya empat, tapi tak mungkin bisa bersalin secara barbarengan.
Kejanggalan-kejanggalan inilah yang menjadi topik pembicaraan warga Timbulharjo, Sewon. Hampir setiap malam Ipda Gandung si oknum polisi, main ke rumah si janda bukan di waktu yang tepat. Kalau mau apel misalnya, lazimnya kan pukul 20.00. Jika pukul 23.00 baru datang, itu mau apel atau siskamling sih?
Pengurus RT pernah mengeluarkan nota keberatan kepada Haryati, agar bisa mengatur tamunya di waktu yang tepat, karena jelas Ipda Gandung bukanlah keluarga pasien. Tapi Haryati tak peduli. Mungkin dia beranggapan, apa hak warga mengatur dirinya terima tamu? Memangnya anggota tim sukses Capres, apa? Atau mungkin juga Haryati terlalu pede, sebagai polisi tentunya Ipda Gandung dieringi (disegani) warga.
Karena Haryati – Gandung itu bandel, mereka semakin kuat menduga bahwa keduanya sedang menjalin koalisi senyap dalam bidang perselingkuhan. Dijemput pukul 23.00, itu tentunya dibawa di hotel. Di sana setelah pemaparan visi dan misi yang dilanjutkan main “politik empat kaki”, baru diantarkan kembali ke rumah. Apik tenan!
Semakin yakin dengan analisanya, penduduk semakin geregetan. Bukan cari-cari kesalahan orang atau black campaign, saat bidan Haryati pulang dari “jalan-jalan” bareng Ganung sekitar pukul 01.00 dinihari, langsung dicegat paksa. Keduanya diinterogasi, apa saja kegiatannya selama pergi dadi pukul 23.00 dan kembali pukul 01.00 itu. “Kami nggak ngapa-ngapain, wong cuma makan mie.” Tangkis Ipda Gandung.
Warga semakin tak percaya. Masak hanya makan mie saja sampai dua jam. Memangnya beli bakmienya di Tegal Lega atau Saritem? Karena alasan itu tak masuk akal, Ipda Gandung lalu dilaporkan ke kesatuannya, Mapolres Bantul. Curiga bahwa praktek perselingkuhan itu memang ada, Gandung langsung dinon-aktifkan, dan setiap hari diwajibkan apel. Namun demikian oknum polisi itu tetap mengaku, dia hanya berteman saja dengan Haryati, tidak ada motif apa-apa.
Motifnya ya beli bakmie itu tadi. (JAKS/POSKOTA)