JAKARTASATU.COM– Bagi banyak orang, KH. Salahuddin Wahid bisa jadi bukan saja hanya sekedar tokoh agama Islam, melainkan lebih dari itu. Seperti cerita kiai Cholil Nafis ini, di mana ketika almarhum masih hidup ia bak seperti anak sendiri.
“Saya menganggap Alm. Gus Sholah (KH. Salahuddin Wahid) seperti Bapak asuh. Saya dibimbing secara pemikiran, dibayari sebagian biaya pendidikan, diantarkan untuk menikah dan didorong untuk berkiprah di masyarakat, termasuk untuk membangun pesantren @cendekia_amanah, Depok,” kenangnya, Senin, 3/2/2020, melalui akun Twitter-nya, @cholilnafis.
Kiai Cholil mengaku mengenal almarhum ketika masih menjadi mahasiswa. Ketika itu ia bagian dari aktivis PMII. Ia sering mengikuti acara diskusi di Forum Indonesia Satu (FIS).
“Ia (Gus Sholah, red) banyak melibatkan anak muda untuk mengembangkan pikiran keagamaan dan kebangsaan. Melatih menulis dan berpikir kritis sistematis,” ingatnya.
Sifatnya, kata dia, mengayomi kepada yang muda, meskipun memberi ruang yang luas dan bebas untuk berdiskusi tentang suatu masalah. Hampir tak ada jarak antara yang muda dan yang tua dalam bantah-bantahan untuk menemukan pemikiran yang orisinil dan objektif.
“Namun tentu tetap santun dan menghargai pikiran orang. Saya terkesan dengan kegigihan alm. Gus Sholah untuk mecoretkan pemikirannya dalam bentuk artikel dan menyebarkannya kepada masyarakat.”
Ide Gus Sholah menurutnya besar, dan dengan bahasa yang sederhana. Berpikir objektif dan konsisten pada fakta dan data meskipun itu dari pemikiran lawan atau saingan dalam perebutan politik.
“Setiap perbincangan selalu mengenai masa depan umat, dan akhir-akhir ini selalu menyinggung soal NU ke depan akan dibawa ke mana. Termasuk generasi muda NU bagaimana bisa sinergi antar potensi agar lebih terkoordinasi dan maksimal memberi peran keumatan.”
Selain itu, masih dalam kenangnya, Gus Shalah pernah bercerita soal penyiapan suksesi di pesantren Tebuireng dan pengembangannya. Ada beberapa lembaga pendidikan yang dirintis dan juga kerjasama dengan pihak terkait, lintas ormas dan lintas lembaga. Pernah pula bercerita membuat film dengan Muhammadiyah dan rumah sakit dengan Dompet Dhu’afa.
“Saya tak mampu membalas apa-apa dari kebaikan Alm. Gus Sholah kecuali mendoakan semoga jeriyahnya menjadi amal baiknya yang diterima oleh Allah SWT dan ditempatkan di surga bersama para nabi dan shalihin.
Selamat jalan Gus Sholah. Damai di sisi-Nya. Semoga kami mampu meneladani,” tutupnya. RI-JAKSAT