JAKARTASATU.COM – Lima belas tahun lalu, tanggal 21 Februari 2005 Indonesia berduka atas kematian 157 jiwa disebabkan longsor sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat. Gunungan sampah dengan panjang 200 meter dan tinggi 60 meter hancur menenggelamkan dua pemukiman, yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok akibat guyuran hujan deras semalam suntuk dan picuan konsentrasi gas metan dari dalam tumpukan sampah. Semua kehidupan di kedua pemukiman tersebut hilang seketika oleh genangan sampah meskipun berjarak satu kilometer dari gunung timbunan sampah. Hari itu kemudian dikenang sebagai tragedi terpahit sepanjang sejarah Indonesia atas permasalahan sampah yang menelan nyawa, harta, dan keluarga.
Tragedi itu menjadikan tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional, sebagai hari untuk mengenang dan mengingatkan masyarakat indonesia akan bahaya sampah.
Walikota Bandung Oded M. Danial mengingatkan tragedi Bandung Lautan Sampah” pada tahun 2005 lalu jangan sampai kembali terulang. Ia mengajak warga Kota Bandung agar tidak lagi menggunakan pola kumpul angkut buang dalam mengelola sampah. Warga harus mulai mengelola sampah menggunakan konsep Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan, Manfaatkan).
“Di momentum peringatan Hari Peduli Sampah Nasional tahun ini, saya mengajak seluruh warga untuk lebih sadar mengelola sampah. Persoalan sampah harus bisa tuntas dari sumbernya, yaitu di lingkungan rumah tangga,” kata Oded di Pendopo Kota Bandung, Jumat (21/2/2020).
Oded mengungkapkan, saat ini sudah banyak metode pengolahan sampah yang cukup sederhana, sehingga bisa diaplikasikan di lingkungan rumah tangga. Seperti pengomposan Takakura, bata terawang, biopori atau menggunakan pipa kompos yang dimodifikasi menjadi Lodong Sesa Dapur (Loseda).
Jelas Oded, sekitar 147 RW di Kota Bandung sudah menggalakan gerakan Kang Pisman, sehingga mulai mengurangi produksi sampah yang dibuang ke TPS. Ia berharap semangat pengolahan sampah ini juga bisa ditiru oleh RW lainnya untuk semakin menekan produksi sampah di Kota Bandung.
“Sampah harus beres desentralisasi di rumah. Kalau olah sampah masih diangkut ke RW, terus ke TPS lalu ke TPA itu namanya memindahkan masalah. Tapi yang benar itu sampah diselesaikan di rumah kita,” pungkas Oded.*l HER-BIRO JABAR