JAKARTASATU.COM– Penjara kita overcapacity. Sekarang penjara menampung lebih 250 ribu napi, atau 200 persen dari daya tampungnya. Overcapacity terburuk di Bagan Siapi-api, yang mencapai 800 persen. Biaya makan napi membebani APBN 1,4 triliu. Menhukham kewalahan.

Yasonna Laoly memanfaatkan situasi wabah mengusulkan agar napi koruptor dan narkoba dilepaskan. Untuk sementara atau selamanya tidak jelas. Tidak jelas juga alasan kenapa hanya napi korupsi dan narkoba saja. Bagaimana dengan napi kasus lain?

Korupsi dan narkoba adalah kejahatan luar biasa di negeri ini. Kok, kayak seperti ga ada luar biasanya. KPK nimbrung, eh cuma untuk bilang mendukung. Alasan juga ga ada. Kenapa napi koruptor diutamakan?

Penjara yang padat itu memang membuka kemungkinan penularan secara cepat. Apakah bisa dilakukan pembatasan atau lockdown? Secara teknis, penjara adalah lockdown yang sesungguhnya. Bagaimana melakukan lockdown mestinya tidak ada masalah. Larang saja kunjungan selama dua minggu apa susahnya? Berikan desinfektan dan sediakan banyak sarana cuci tangan.

Tetapi kalau menhukham saja kewalahan, kita mesti bilang apa. Saya tidak heran kalau ia mengajukan alasan kemanusiaan. Tetapi sekali lagi, kenapa napi koruptor bukan maling motor? Kalau ingin social distancing lebih leluasa di bui bukankah lebih memenuhi rasa keadilan publik dengan membebaskan maling motor?

Bebaskan napi dengan pidana dan kasus yang ringan, itu lebih masuk akal.

Membebaskan napi yang menguras uang rakyat milyar bahkan triliun, atau yang meracuni generasi muda, rasanya kok tidak adil. Apakah ini demi menghemat biaya makan? Keadilan mau ditukar uang?

*Radhar Tribaskoro, Pemerhati Sosial