JAKARTASATU.COM– Bismillah. Beberapa waktu yang lalu pemerintah memutuskan tetap memperbolehkan mudik dengan konsekuensi menjadi ODP & harus melakukan isolasi secara mandiri selama 14 hari. Padahal pemerintah memutuskan PSBB, yangartinya melakukan pembatasan terhadap aktifitas masyarakat.
Dari kasus ini kita dapat melihat, belum ada ketegasan dan aksi yang jelas dalam penerapan program PSBB. Cara pandang pemerintah harus lebih tajam. Manajemen mudik yang baik yakni, bagaimana membuat mudik lebaran tidak menjadi sarana penyebaran Covid-19 yanh lebih luas.
Hampir 50 persen kasus positif Covid-19 berada di wilayah Jabodetabek. Jika pemerintah salah fokus dalam melakukan pencegahan, pemudik dari Jabodetabek berpotensi bawa penyakit tersebut ke kampung halaman. Sebagai seorang pemimpin, disituasi saat ini harus berfikir skenario terburuk.
Kita bisa mengambil pelajaran dari perayaan Imlek di Wuhan saat wabah Covid-19 merebak. Masyarakat Wuhan terpaksa harus menahan diri karena ada larangan dari otoritas setempat.
Kasus ini bukti betapa amburadulnya kebijakan dan komunikasi publik pemerintahan @jokowi.
Terkesan maju mundur dan banyak pintu yang beda-beda. Ketika itu membuat edaran larangan ASN bagi mudik, tapi sekarang tidak membuat kebijakan yang mempertegas hal tersebut untuk masyarakat lainnya.
Komando penanganan tidak fokus dan kualitas kepemimpinan tidak kokoh. Seharusnya dari awal, beri pemahaman kepada masyarakat betapa berisikonya jika memaksakan mudik di tengah kondisi seperti ini.
Terutama masyarakat yang berasal dari zona merah. Penyebaran Covid-19 bisa semakin massif.
Kita tidak berbicara satu atau dua orang, ada keluarga dan tetangga sekitar yang berisiko tertular. Jika berbicara Jakarta, ada sekitar 5 juta orang yang menyebar ke seluruh Indonesia. Maka sebaiknya payung hukum besar terkait antisipasi penyebaran wabah ini perlu dibuat.
Aturan tersebut yang kemudian menjadi pijakan dalam membuat kebijakan untuk melarang masyarakat mudik, karena sejauh ini belum terlihat kebijakan yang tegas dan terukur dari pemerintah. Jika tetap dipaksakan, khawatir dampaknya semakin luas terutama ke daerah lainnya.
Seperti beberapa Pemda sudah membuat strategi dalam menangani Covid-19. Contoh di Jawa Barat, Kang @ridwankamil (3/4) menyebut bahwa sudah melakukan clustering kasus Covid-19 di Jabar. Namun strategi ini bisa berjalan jika tidak ada pemudik yang datang.
Lalu segi kesehatan, daerah juga terkena imbasnya. ODP semakin banyak & otomatis membuat biaya kesehatan maupun ekonomi membesar. Oke ODP lalu isolasi mandiri, tapi siapa yg menjamin dalam 14 hari yang bersangkutan tidak keluar kemana-mana?
Ini momen lebaran, momen bersilaturahim dengan keluarga maupun lingkungan sekitar yang sudah lama tidak bertemu.
Padahal masyarakat sudah banyak yang sadar untuk tidak mudik di lebaran kali ini. Ada 260.000-an tiket kereta api yang telah dibatalkan oleh penumpang KAI. Sebagian besar untuk mudik. Di sinilah peran pemerintah, bantu dan pastikan masyarakat tetap stay di kediaman masing-masing.
Rumusnya sederhana, fokus pada akar masalah yakni menghentikan laju penyebaran. Mobilitas penduduk dan interaksi sosial harus benar-benar dibatasi. Untuk mencapai hal tersebut, saya masih melihat karantina wilayah sebagai opsi terbaik. Jika tidak bisa full, dapat dilakukan secara parsial.
*Politisi PKS, Mardani Ali Sera