JAKARTASATU.COM– Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengingatkan bahwa pasal penghinaan Presiden di dalam KUHP sudah berganti jadi delik aduan sebagai bukti, bahwa secara pribadi yang bersangkutan memang merasa terhina. Hal ini menurutnya penting diingatkan agar petugas atau aparat tidak menafsir sendiri dengan sikap dan budaya ABS (asal bapak senang) yang mrusak demokrasi.
“Jangan cuma mau nikmatnya jabatan & demokrasi tapi tolak beban yang mesti ditanggung di dalamnya,” katanya, kemarin, ketika mengomentari berita di salah satu media dengan judul: “Amnesty: Pidana bagi Penghina Jokowi Picu Pelanggaran Kebebasan Berpendapat”, di akun Twitter-nya.
Pemerintah, melalui aparat menurut politisi Fadli Zon hal demikian harus bisa menjadi pegangan. Agar apa yang dikhawatirkan Jimly tidak terjadi.
“Sebaiknya pernyataan mantan Ketua MK ini bisa dijadikan pegangan oleh POLRI,” timpalnya,
Seperti dikutip Jimly di media tersebut, bahwa ketentuan tersebut tertuang dalam Surat Telegram Kapolri Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 yang ditandatangani Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo tertanggal 4 April 2020.
Surat telegram tersebut dibuat dalam rangka penanganan perkara dan pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan penyebaran Covid-19 dalam pelaksanaan tugas fungsi reskrim terkait perkembangan situasi serta opini di ruang siber dan pelaksanaan hukum tindak pidana siber.
RI-JAKSAT