JAKARTASATU.COM – KASUS PROYEK FIKTIF APARTEMEN SKY HIGH di Tangerang berlanjut, “Kasus penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan Dirut PT. Satiri Jaya Utama yang menimpa Koperasi Awak Pesawat Garuda Indonesia (Koapgi) adalah kasus pertarungan hukum melawan predator ekonomi yang diduga bersekutu dengan oknum penegak hukum. Perjuangan kami bukan sebatas memperjuangkan pengembalian uang transaksi untuk kepentingan klien, tetapi lebih dari itu, untuk menjaga marwah Garuda Indonesia sebagai maspakai milik negara, serta mempertahankan daulat koperasi yang dirancang oleh Bung Hatta sebagai ruang pemberdayaan ekonomi yang diletakkan di atas kerangka dasar konseptual ekonomi rakyat,“ demikian disampaikan Ketua Koperasi Awak Pesawat Garuda Indonesia (Koapgi), Rimond Barkah Sukandi, didampingi kuasa hukumnya, Gufroni dan Gan-Gan R.A dari kantor hukum Gufroni & Partners , Kamis (07/01/2021) di Kota Tangerang.
Dihubungi media terkait kasus yang terjadi pada tahun 2017 dan menimpa Koapgi dan anggotanya yang merupakan Awak Pesawat Garuda Indonesia tentang dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang menyebabkan kerugiaan materiil sekitar Rp 24 Milyar yang diduga dilakukan Dirut PT. Satiri Jaya Utama, Herman Sumiati.
“Dalam jangka waktu dekat ini, pemesan unit yang menjadi korban proyek fiktif Apartemen Sky High akan segera melaporkan Herman Sumiati ke Polda Metro Jaya yang diperkuat berdasarkan novum,” jelasnya.
Pada tanggal 06 Mei 2020, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/2012/V/2020/Ditreskrimum penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya menetapkan status Herman Sumiati sebagai Tersangka atas laporan Rimond Barkah Sukandi dengan Laporan Polisi Nomor: LP/5141/VIII/2019/PMJ/Ditreskrimum tanggal 20 Agustus 2019 . Namun pada tanggal 20 Juli 2020 terbit Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) berdasarkan Surat Ketetapan Penghentian Penyidikan Nomor: S.Tap/2028/VII/2020/Ditreskrimum yang menyatakan perkara tersebut bukan merupakan tindak pidana.
“Kami sudah menemukan bukti baru (novum) untuk memperkuat laporan polisi yang akan dilakukan oleh klien kami, pemesan unit Apartemen Sky High, dan kami berharap kepada penyidik Polda Metro Jaya untuk bersikap objektif dan menjaga integritasnya dalam proses penegakan hukum atas kasus yang menimpa klien kami,” tegas Gufroni, kuasa hukum Koapgi dan 29 pemesan unit setelah terbitnya SP3.
Kasus ini bermula, dengan bermodalkan Akta Perjanjian Kerjasama antara BRI dengan PT. Satiri Jaya Utama tentang Pemberian Fasilitas Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) Nomor 36 tanggal 12 Juni 2017 yang dibuat dihadapan Notaris Tintin Surtini, dengan meyakinkan Herman Sumiati memastikan kepada Ketua Koapgi bahwa PT. Satiri Jaya Utama memiliki jaminan KPA dari lembaga perbankan atas rencana pembangunan proyek Apartemen Sky High di atas tanah yang menurut pengakuan Herman Sumiati merupakan miliknya.
“Patut diduga dalam akta otentik yang dibuat dihadapan Notaris Tintin Surtini tentang pemberian fasilitas KPA, kami mencium persekongkolan antara oknum Direksi BRI yang diwakili Sutadi, Kepala Divisi Konsumer BRI dengan Herman Sumati perihal dugaan tindak pidana memberikan Keterangan Palsu dalam Akta Otentik (Pasal 266 ayat (1) KUHP), dan atau Penggunaan Akta Otentik yang dibuat berdasarkan Keterangan Palsu (Pasal 266 ayat (2) KUHP), “ ujar Gan-Gan R.A, salah satu tim kuasa hukum Koapgi dan pemesan unit.
Pernyataan kuasa hukum Koapgi dan pemesan unit Apartemen Sky High diperjelas oleh keterangan Rimond bahwa terdapat sejumlah kejanggalan dalam akta otentik tersebut. Padahal atas dasar terbitnya akta otentik pemberian fasilitas KPA itulah Koapgi percaya dan akhirnya mengikatkan diri dalam perjanjian kerjasama untuk memasarkan unit Apartemen Sky High kepada anggotanya yang merupakan Awak Pesawat Garuda Indonesia.
“Dalam akta otentik tersebut, PT. Satiri Jaya Utama berdasarkan fakta yang kemudian saya ketahui setelah penandatangan Surat Penegasan dan Persetujuan Pemesanan Unit (Surat P3U) atas transaksi 82 unit Apartemen Sky High, tanah yang selama ini diklaim Herman Sumiati ternyata pemilik sahnya adalah H. Agam Nugraha Subagja,” ungkap Rimond.
Berdasarkan Surat Keterangan Nomor: 90/SL/IX/2017 yang dibuat Notaris Susilawaty, menerangkan bahwa pada tanggal 22 September 2017 telah terjadi penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara H. Agam Nugraha Subagdja dengan Herman Sumiati atas 2 bidang tanah seluas 5.815 m2 (SHM Nomor: 477/Petir) dan 560 m2 (SHM Nomor: 478/Petir) yang terletak di Jalan KH. Ahmad Dahlan, Petir, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten.
Rimond menegaskan, terbitnya akta otentik tentang pemberian fasilitas KPA tanggal 12 Juni 2017, sedangkan PPJB terbit tanggal 22 September 2017. Berarti akta otentik tersebut cacat hukum dan harus dinyatakan batal demi hukum karena tidak sesuai dengan fakta, “Dan Herman Sumiati harus segera mengembalikan sejumlah uang transaksi 82 unit Apartemen Sky High kepada Koapgi dan pemesan unit yang menjadi korban kebohongan dan aksi tipu daya musihat Herman Sumiati,” bebernya.
Terdapat sejumlah kejanggalan lain yang ditemukan di dalam Akta Perjanjian Kerjasama antara BRI dengan PT. Satiri Jaya Utama tentang pemberian fasilitas KPA yang menjadi salah satu novum, namun ketika didesak media, Gufroni menjawab diplomatis, ”Ini menjadi salah satu senjata kami dalam laporan polisi yang akan disampaikan secara mandiri atau terpisah yang akan dilakukan pemesan unit. Setelah kami mendampingi klien membuat LP ke Polda Metro Jaya, kami akan sampaikan kepada rekan-rekan wartawan,” tegas Gufroni.
Menutup sesi wawancara antara media dengan Ketua Koapgi dan Kuasa Hukumnya, Gan-Gan R.A menggarisbawahi, “Kasus penipuan dan penggelapan yang diduga dilakukan Dirut PT. Satiri Jaya Utama yang menimpa Koapgi adalah kasus pertarungan hukum melawan predator ekonomi yang diduga bersekutu dengan oknum penegak hukum. Perjuangan kami bukan sebatas memperjuangkan pengembalian uang transaksi untuk kepentingan klien, tetapi lebih dari itu, untuk menjaga marwah Garuda Indonesia sebagai maspakai milik negara, serta mempertahankan daulat koperasi yang dirancang oleh Bung Hatta sebagai ruang pemberdayaan ekonomi yang diletakkan di atas kerangka dasar konseptual ekonomi rakyat.”
Berdasarkan fakta dan novum, Kuasa Hukum Koapgi dan 29 pemesan unit menegaskan, bahwa Herman Sumiati patut diduga melakukan dugaan tindak pidana Memberikan Keterangan Palsu dalam Akta Otentik (Pasal 266 ayat (1) KUHP), dan atau Penggunaan Akta Otentik yang dibuat Berdasarkan Keterangan Palsu (Pasal 266 ayat (2) KUHP), dan atau Pemalsuan Surat (Pasal 263 ayat (1) KUHP), dan atau Penggunaan Surat Palsu (Pasal 263 ayat (2) KUHP), dan atau Penipuan (Pasal 378 KUHP) dan atau Penggelapan (Pasal 372 KUHP) Juncto Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU).
Herman Sumiati, Direktur Utama PT. Satiri Jaya Utama disamping telah melakukan dugaan tindak pidana yang dapat dijerat pasal dalam KUHP dan UU tentang TTPU, PT. Satiri Jaya Utama yang baru tercatat pada tanggal 20 Juni 2017 sebagai anggota perkumpulan sebuah organisasi properti juga diduga kuat telah melanggar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. (JAKSAT/ATA)