Ahmad Daryoko/IST

Oleh : Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.

Dua jargon, pilihan pahit , yang pertama “Merdeka atau Mati !” dilontarkan Bung Karno saat perang Kemerdekaan ! Yang kedua “Membunuh atau di Bunuh !” dilontarkan pak Harto saat perang melawan PKI terutama pasca peristiwa G 30 S/PKI !

Disana tidak ada pilihan “abu2” seperti misalnya bagaimana kalau “win win solution” saja/ tidak usah perang ? Misalnya hari ini Indonesia merdeka besuk dijajah, kemudian merdeka lagi, dan dijajah lagi ..dst ?

Atau ya sudahlah Indonesia timur untuk PKI dan Indonesia barat untuk yang anti PKI ? Dan pak Harto tdk usah perang dng PKI ?

Sikap diatas hanya akan muncul dari para Pemimpin yang memiliki Visi/ Ideologi. Pilihannya tegas, “melawan dengan segala konsekuensinya atau menyerah sebagai budak dan di injak2 ?” Tidak ada “win win solution” !

BAGAIMANA DNG “IDEOLOGI” KELISTRIKAN ?

Sesuai setting Konstitusi, “Ideologi” kelistrikan itu di setting sbg “Infrastruktur” dan PLN sbg pelaksananya ! Persis dengan tujuan Kemerdekaan, yaitu agar bangsa dan Negara berdaulat, bangsa menjadi cerdas, fasilitas umum maju, dan Pemerintah menjadi pelaksananya ! Pertanyaannya, mengapa harus Merdeka ? Jawabnya krn saat dijajah bangsa Indonesia di injak2 harga dirinya dan di perbodoh terus ! Tarip listrik mahal krn perusahaan milik penjajah/asing dan pribumi tdk bisa ikut menentukan harga listrik !

Nah saat ini PLN telah dikuasai pihak Asing/Aseng, ini selaras dng mental “pragmatis” Rezim. Mereka berpikir bahwa kedaulatan itu tdk perlu. Yang penting bisa menikmati !

Memang saat ini rakyat masih bisa menikmati listrik dng harga yang murah ! Tetapi ingat, itu karena subsidi yang sangat mahal ! Subsidi listrik ratusan triliun pada 2020 (Repelita Online 8 Nopember 2020) di umumkan PLN justru untung Rp 5, 9 triliun ? Ada apa dengan semua ini ? Ini semua terjadi krn penerapan “Unbundling” System (krn kepemilikan Aseng/Asing secara ter pecah pecah) shg Pemerintah sdh kehilangan kedaulatan dlm menentukan tarip listrik di pembangkit (kalah sama Huadian dkk) , dan kalah saat menentukan harga penjualan di ritail (sdh kalah dng Dahlan Iskan, Tommy Winata dll).

Dan bila sdh tdk ada subsidi lagi sesuai pengalaman empirik Prof. David Hall ( Sidang MK ) tarip listrik akan melonjak sampai 6x lipat.

KESIMPULAN :

Untuk menolak penerapan “Unbundling” kelistrikan yang melanggar pasal 33 ayat (2) UUD 1945 ,

Perlu jargon : “Unbundling” atau mati listrik !!

MAGELANG, 21 JULI 2021