by M Rizal Fadillah
PPHN atau Pokok Pokok Haluan Negara yang secara formal diperkenalkan oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo saat mengantarkan Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi, yang berbaju adat, tanggal 16 Agustus 2021 sebenarnya sudah dicanangkan oleh PDIP sejak tahun 2015 dan diperkuat tahun 2019. Masa kepresidenan Jokowi.
Setelah gagal di DPR untuk menggolkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang mengarah pada Ekasila yaitu Gotong Royong dan atau menghidupkan Pancasila 1 Juni 1945 untuk “menggantikan” spirit Pancasila 18 Agustus 1945, maka kini gagasan itu dicoba untuk masuk ke ruang MPR melalui PPHN. Perencanaan jangka panjang yang sekaligus menjadi arah dari bangsa dan negara untuk menggantikan GBHN.
PPHN digagas dan diputuskan PDIP pada Kongres V Bali tahun 2019. Semestinya kembali ke GBHN, hanya saja PDIP alergi pada GBHN yang menjadi “benchmark” Orde Baru. Sukses GBHN dijalankan Presiden Soeharto “musuh” Soekarno.
Sebenarnya secara normatif GBHN adalah ketentuan Pasal 3 UUD 1945 yang ditetapkan PPKI yang justru diketuai oleh Soekarno.
Bagi PDIP, PPHN adalah gabungan GBHN era Soekarno dan Soeharto. Soal GBHN masa Soeharto kita semua sudah tahu, bahkan menjadi bahan ajar anak sekolah. Nah “GBHN” era Soekarno itu apa ? Ternyata berawal dari Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana (PNSB) yang basisnya adalah Manipol/Usdek (Manifesto Politik/UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, Kepribadian Indonesia).
Pidato Soekarno 17 Agustus 1962 berjudul “Tahun Kemenangan” berisi penegasan kewajiban rakyat Indonesia untuk bersatu padu dan bergotong royong memegang teguh Manipol/Usdek. Di era demokrasi terpimpin inilah kekuatan politik disatukan dalam “Nasakom”. Sementara kekuatan Islam dimarjinalisasi. Masyumi dibubarkan.
Jika PPHN mengambil dasar filosofis dari pemikiran Soekarno era 1959-1965 maka nuansanya adalah demokrasi terpimpin Orde Lama. Jika digabungkan dengan GBHN, maka PPHN menjadi bersifat anti reformasi.
Orla yang berkolaborasi dengan Orba adalah kemunduran sekaligus ancaman bagi demokrasi.
Jika demikian, PPHN tidak lain adalah kudeta haluan negara. Karenanya amandemen UUD 1945 yang berencana menetapkan PPHN harus ditolak keras. Di samping dinilai akan mengacaukan konsentrasi penanganan pandemi covid 19, juga berbahaya karena akan membawa negara pada kemunduran berdemokrasi.
PPHN adalah sebuah bid’ah Konstitusi yang menambah marak obrolan dan obralan tentang Amandemen. Pembahasan yang dipastikan membuang enerji dan hanya akan menciptakan kegaduhan baru.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 6 Setember 2021