Aktivitas perusakan hutan di dalam konsesi PT. Nia Yulided Bersaudara, Agustus 2021 (RAN)

JAKARTASATU.COM – EMPAT bulan setelah terungkap merusak hutan hujan dataran rendah di Kawasan Ekosistem Leuser, PT. Nia Yulided Bersaudara (PT. NYB), perusahaan sawit nakal milik Dedy Sartika, menantu mantan Pj. Gubernur Aceh Tarmizi Abdul Karim, yang beroperasi di Aceh Timur masih terus melakukan aktivitas penebangan dan pembukaan hutan serta mengabaikan instruksi moratorium sawit pemerintah.

Rainforest Action Network (RAN) telah menemukan setidaknya lebih dari 600 hektar hutan kritis yang menjadi koridor gajah Sumatera di dalam area konsesi PT. NYB dirusak sejak merek-merek besar seperti Unilever, Nestlé, PepsiCo, Ferrero, Procter & Gamble dan Mondeléz berkomitmen untuk menghentikan deforestasi untuk kelapa sawit.

Penghancuran hutan ini terus terjadi padahal perusahaan merek dunia tersebut mengklaim sudah memanfaatkan teknologi terbaik yang digunakan perusahaan untuk memantau dan menghentikan deforestasi dalam rantai pasok minyak sawit mereka.

Kondisi tersebut jelas menunjukkan bahwa sistem monitor ini tidak digunakan secara efektif untuk mencegah deforestasi di salah satu hutan hujan terpenting yang menjadi habitat gajah Sumatera yang terancam punah.

“Unilever, Nestlé dan PepsiCo menyadari sepenuhnya bahwa hutan terus tumbang. Namun mereka gagal mendorong PT. Nia Yulided Bersaudara untuk menghentikan perusakan hutan dan mematuhi persyaratan mereka untuk memproduksi minyak sawit secara bertanggung jawab,” ungkap Gemma Tillack, Direktur Kebijakan Hutan RAN dalam rilisnya yang diterima redaksi, 14 September 2021.

Gemma juga menambahkan bahwa, “Sudah saatnya merek-merek ini bekerja sama dengan pemerintah daerah di Provinsi Aceh dan Kabupaten Aceh Timur untuk menghentikan perusakan hutan oleh PT. Nia Yulided Bersaudara dan untuk melindungi hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi di dalam dan di sekitar konsesinya,”

Unilever dan Nestlé telah mengeluarkan PT. NYB dari rantai pasok sawit mereka dan menyatakan secara terbuka bahwa PT. NYB masuk dalam daftar “Tidak Beli”, namun perusahaan merek dunia ini masih gagal menghentikan perusakan hutan oleh PT. NYB. Perusahaan pemasok minyak sawit seperti, Musim Mas Group, Golden Agri Resources, APICAL, dan Wilmar yang memasok sawit kepada perusahaan merek juga gagal melakukan monitoring dan evaluasi kepada perusahaan perkebunan minyak sawit PT. NYB serta mendorong perusahaan tersebut menghentikan perusakan hutan dan mematuhi persyaratan minyak sawit yang diproduksi secara bertanggung jawab.

Investigasi RAN mulai dari Januari hingga Agustus 2021 menemukan PT. NYB terus menebangi hutan namun belum ada tindakan tegas dari pemerintah provinsi dan kabupaten untuk meninjau dan mencabut izin PT. NYB. Baik perusahaan merek dan perusahaan pemasok minyak sawit sebaiknya bekerja sama dengan pemerintah daerah dan provinsi untuk menghentikan perusakan hutan oleh PT. NYB agar melindungi hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) di dalam dan di sekitar konsesinya.

PT. NYB akan terus menjadi perusahaan nakal yang menjadi sorotan apabila tidak mau berhenti merusak hutan, sementara perusahaan lain sudah mau menunjukan niat baik dengan membuat komitmen untuk menghentikan deforestasi, seperti komitmen terakhir yang diumumkan oleh PT. Tualang Raya2 pada 27 Mei 2021, mengikuti jejak komitmen yang diumumkan oleh perusahaan kelapa sawit lainnya di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser seperti Mopoli Raya, PT. Agra Bumi Niaga, dan PT. Indo Sawit Perkasa.

Komitmen-komitmen ini akan menjadi preseden dan menunjukkan bahwa perusahaan perkebunan kelapa sawit di Aceh sebetulnya bisa berubah menjadi lebih baik agar dapat tetap bisa memasok minyak sawit ke pasar global. Kami mendorong perusahaan pemasok untuk secara tegas meninggalkan perusahaan-perusahaan nakal lain yang terus merusak hutan, seperti PT. Nia Yulided Bersaudara, PT. Indo Alam dan PT. Putra Kurnia, yang masih berisiko dikeluarkan secara permanen dari rantai pasok minyak sawit karena tidak menerapkan kebijakan Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut dan Nol Eksploitasi di seluruh Aceh.(JAKSAT/RC)