Proyek Gorden Rumdin DPR RI, Ditengarai Hasil “Kongkalikong”
BATALKAN dan usut tuntas! Begitu seharusnya menyoal proyek gorden ala parlemen kita. Cuma gorden. Nilai anggarannya itu yang bikin “geleng kepala”. Tak mendesak pula.
Nilai tender rp 43,5 miliar. Dengan asumsi 505 rumah dinas (rumdin) anggota DPR RI, diperoleh biaya sekira rp 85 juta per unit. Gile tenan! Mau pakai material apa gorden itu? Seluas apa bagian terbuka yang perlu dibalut tirai? Serupa apa rumdin itu?
Amat sangat terkesan, asal program dan asal alokasi anggaran. Apalagi sejumlah rupiah itu terbilang “kacangan” untuk ukuran lembaga parlemen. Masih banyak proyek garapan bernilai ratusan miliar. Tak lepas dari aroma koruptif.
Mungkin saja, biaya gorden satuan unit bakal sesuai kualitas dan bahan. Mungkin pula bersulam benang emas. Tetap aja kelewatan. Cuma akal bodong. Tak sesuai kondisi fisik rumdin. Rumah jadul berdampingan secara “couple”. Sejatinya, maaf — tak membutuhkan modernisasi gorden. Kusen pintu dan jendela pun, kini sudah berbahan “hollow” aluminium. Harganya lebih murah, dibanding sebelum diganti — kusen kayu jati. Bak ingin membungkus kain belacu dengan beludru.
Itu ikhwal obyek pengadaan gorden. Rasanya jauh dari alasan dan urgensi kebutuhan. Malah lebih baik tanpa gorden. Demi semangat transparansi di semua lini. Hehehe.
Proyek pengadaan gorden kadung memicu kontra pendapat. Marak cibiran. Justru perusahaan dengan penawaran harga tertinggi sebagai pemenang tender. Adalah PT Bertiga Mitra Solusi senilai rp 43,5 miliar. Setara selisih 4,78,% dari pagu anggaran. Bandingkan dua peserta lain. PT Sultan Sukses Mandiri Rp 37,7 miliar (- 10%) dan PT Panderman Jaya Rp 42,1 miliar (7,91%). Bahkan dari penawaran terendah pun, jatuhnya rp 75,5 juta/unit. Harga mahal yang belum tentu barang mahal. Apa pun, transaksi tender proyek yang mengusik akal sehat. Tak bijak, justru saat kondisi “paceklik” ekonomi. Baru mulai siuman dari masa panjang pandemi.
Tak ada “sense of crisis”. Terkesan jalan semaunya. Tak peduli muncul kejanggalan dalam proses. Pun kecurangan. Nyatanya, berlanjut hingga memicu polemik. Kuat dugaan hasil “kongkalikong”. Pada kesempatan pertama, apa boleh buat — suara miring diarahkan ke DPR RI. Seolah tak ada lagi kepekaan yang tersisa. Karuan sejumlah fraksi menolak pengadaan gorden itu.
Tak terhindarkan, ada aroma perbuatan melanggar hukum. Memang, baru tahap administrasi. Perlu langkah BPK untuk mengaudit. Tak kecuali KPK, meski belum terjadi tindak pidana korupsi. Tapi indikasi sudah menampakkan diri. Tak pantas dibiarkan. Usut tuntas dan batalkan proyek konyol itu.***
– Imam Wahyudi
Wartawan senior di Bandung.