JAKARTASATU.COM – Kasus pelecehan seksual terhadap seorang siswa Taman Kanak-Kanak di Jakarta Internasional School (JIS) semakin memperburuk citra dunia pendidikan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah didesak untuk turun tangan dan menutup sekolah semacam itu.
Ketua Umum Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) Ki Kusumo mengatakan, kasus pelecehan di JIS membuktikan bahwa sekolah bertaraf internasional ternyata tidak lebih baik dan bagus dari sekolah-sekolah yang lainnya.
“Ini fakta yang tidak dibantah. Keselamatan dan kenyamanan anak didik di sekolah bertaraf internasional ternyata tidak mendapat jaminan juga,” kata Ki Kusumo di Jakarta, Jumat (18/4).
Bila dibubarkan, jelas Ki Kusumo, nasib para siswa tersebut harus dipikirkan oleh pemerintah. Ia mencontohkan, bahwa untuk menempatkan seorang siswa di sekolah yang tepat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) harus melakukan tes terlebih dulu.
“Kalau hasil tesnya bagus, siswa yang bersangkutan berhak ditempatkan di sekolah unggulan. Banyak kok sekolah di bawah naungan Kemendikbud yang tidak kalah bagusnya dengan sekolah bertaraf internasional seperti JIS,” ujarnya.
Hal tersebut, selain mempermudah pemantauan juga turut menghapus kesenjangan di dunia pendidikan.
“Tidak ada perbedaan untuk mendapatkan pendidikan sesuai yang diamanatkan UUD 1945. Selama ini yang terjadi, yang punya uang yang dapat sekolah di tempat yang bagus, bukan berdasarkan kecerdasan,” tutur pria yang juga dikenal sebagai paranormal ini.
Sementara itu, terkait penanganan hukum kasus pelecehan seksual yang telah menyeret dua karyawan cleaning service JIS menjadi tersangka yakni Agun dan Awan, Ki Kusumo mengingatkan agar pengelola JIS tidak lepas tangan.
“Kejadian ini tidak akan terjadi kalau pihak berwenang di JIS tidak lengah. Mereka harus ikut bertanggung jawab,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengatakan penanganan hukum kasus kekerasan seksual terhadap anak masih minim, karena kurangnya bukti.
“Penanganan hukum baik di tingkat penyelidikan hingga penjatuhan hukuman terhadap pelaku kejahatan kekerasan seksual terhadap anak masih minim,” kata Aris Merdeka Sirait di Jakarta, Kamis (17/4/2014).
Arist mengatakan penyidikan kasus kekerasan seksual terhadap anak masih banyak yang akhirnya dihentikan dan pelaku dibebaskan karena kurangnya bukti.
Di tingkat pengadilan, vonis hukuman yang dijatuhkan pun seringkali sangat ringan dan tidak setimpal dengan perbuatan yang sudah dilakukan dan dampaknya terhadap tumbuh kembang anak.
“Karena itu, Komnas PA mendorong aparat penegak hukum untuk lebih kreatif dalam menangani kasus kekerasan seksual kepada anak. Bagaimana pun anak-anak harus dilindungi,” tuturnya.
Menurut laporan yang masuk ke Komnas PA, sepanjang 2013 terdapat 3.339 kasus kekerasan terhadap anak. Sebanyak 58 persen merupakan kekerasan seksual, sedangkan selebihnya adalah kekerasan fisik dan penelantaran.
Sementara itu, hingga Maret 2014, sudah ada 239 laporan kasus kekerasan terhadap anak yang masuk. Sebanyak 42 persen adalah kekerasan seksual.
“Itu belum kasus kekerasan verbal dan eksploitasi anak karena memang tidak dimasukkan ke dalam data. Namun, dari data yang ada, setengah dari total laporan yang masuk adalah kekerasan seksual,” katanya.
Publik kembali dikejutkan dengan adanya kasus kekerasan seksual di Jakarta. Kali ini kekerasan dilakukan oleh petugas kebersihan di sebuah sekolah internasional di kawasan Jakarta Selatan.
Polda Metro Jaya telah menetapkan dua orang tersangka yang bekerja sebagai petugas kebersihan di sekolah tersebut. Kedua tersangka dikenakan Pasal 292 KUHP dan Pasal 82 Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto menuturkan penyidik masih mengembangkan penyelidikan karena diduga masih terdapat pelaku lainnya.
Hasil pemeriksaan laboratorium forensik menunjukkan bakteri yang terdapat pada anus korban identik dengan bakteri pada kedua tersangka.(m/jks/poros/ant)