Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Joko Widodo, Foto : Ist

OLEH Uchok Sky Khadafi, Direktur CBA

Saat ini “oposisi” yang jelas dan terasa sekali kepada Pemerintah Jokowi berasal dari PDIP. Ini namanya oposisi terbuka dari internal koalisi Joko Widodo – Ma’ruf Amin

Bentuk Oposisi yang dilakukan oleh PDIP adalah kritik kepada Pemerintah Joko Widodo, seperti tambah 3 periode untuk Joko Widodo, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Joko Widodo.

Akibat Kritik PDIP ini, wacana tambah 3 periode untuk Joko Widodo, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Joko Widodountuk sementara waktu diarsipkan memakai istilah KPK (Komisi Pembetantasan Korupsi). Dan wacana ini bisa kambuh kembali pada saat waktunya nanti.

Malahan wacana yang muncul saat ini adalah, kalau 3 periode untuk Joko Widodo, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Joko Widododi tolak publik dan PDIP, maka boleh dong, Presiden Joko Widodo untuk mencalonkan menjadi wakil Presiden. Tapi, hal ini banyak ditolak rakyat, karena bertentangan dengan Undang Undang Dasar.

Setelah tambah 3 periode untuk Joko Widodo, atau menambah tahun jabatan untuk Presiden Jokowi serta menjadi calon wakil Presiden ditenggelamkan oleh PDI P maka muncul KIB (Koalisi Indonesia Bersatu) yang terdiri dari Partai Golongan Karya, Partai Amanat Nasional, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Uchok Sky Khadafi, Direktur Centre of Budget Analysis (CBA) FOTO AME/JAKSAT

Dan Kemunculan KIB secara Politik untuk menghajar atau mengimbangi oposisi PDIP kepada pemerintahan Joko Widodo. Hal ini bisa dilihat dari, wacana capres yang santer didengar atau didukung oleh KIB adalah GP (Ganjar Pranowo).

Sedangkan untuk calon wakil Presiden dari KIB yang akan bersaing diantara mereka adalah ketua umun Golkar Airlangga Hartarto, dan menteri BUMN, dan Juga dikenal sebagai kader naturalisasi NU, Erick Thohir.

Kemudian, muncul wacana capres GP oleh KIB sebetulnya untuk meledek dan mengpovokasi kepada PDI P Agar GP tidak dicalonkan partai lain, tapi dicalonkan PDIP sendiri.

Namun sepertinya PDI P santai saja, dan tidak terprovokasi atas pencalonan GP oleh KIB atau partai lain. Malahan ketua umum Megawati Soekarnoputri memberikan mandat Kepada ketua DPR, Puan Maharani untuk melakukan “safari politik” kepada ketua ketua partai, sekaligus memperkenalkan bahwa Puan Maharani adalah capres dari PDI P

Gara-gara manuver safari politik Puan Maharani inilah, PDI P diserang oleh elit politik yang dekat istana. Bentuk serangan itu, seperti yang dilakukan demo demo sahabat GP ke KPK yang meminta KPK agar periksa Puan Maharani dalam skandal E – KTP. Dan bentuk serangan lain kepada PDI P adalah permintaan dari relawan GP yang mendoakan agar Presiden Joko Widodo menjadi Ketua Umum PDIP pada tahun 2024.

Serangan serangan kepada PDIP ini, membuat PDI P harus memanggil GP ke kantor PDIP, dan mendapat tegoran lisan dari partai.

Dan konflik PDI P dengan kalangan Istana ini, hanya ditonton oleh koalisi Gerindra dan PKB. Mereka hanya menunggu restu dari istana, tidak berani melakukan manuver politik apapun. Padahal ketika Politik itu, hanya sebuah penantian atau menunggu restu Istana, maka koalisi Getindra dan PKB akan seperti gelas yang pecah berkeping keping dilantai. (red)