Sketsa Pemilu Serentak 2024: Money Politic Menghantui & Harapan KPU Berintegritas

Oleh Imam Wahyudi (iW) *)

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyoroti politik uang. Itu bakal terjadi pada Pemilu 2024. Waduh.

Tak hanya soal money politic yang (tetap) menghantui. Ketua KPU, Hasyim Asy’ari meminta seluruh awaknya untuk tidak menjadi bagian dari konflik saat Pemilu 2024.

Kedua hal di atas perlu diapresiasi. Ehhh, tapi tunggu dulu. Jangan terlalu jauh memaknai. Boleh jadi, KPU kali ini ingin memupus “potret buram” periode lalu. Memutus mata rantai sengkarut otoritas penyelenggara pemilu. Tradisi demokrasi lima tahunan yang pernah terpapar virus kecurangan.

KPU seolah mengabaikan jejak digital. Atau sebaliknya, berpijak dari itu menuju langkah lebih baik. Sekurangnya terjadi pada periode lalu. Hasyim Asy’ari sudah jadi komisioner KPU. Ketuanya, Arief Budiman. KPU akan mengumumkan hasil Pilpres 2019 pada 22 Mei. Memang itu jadualnya. Tapi KPU mencuri adegan. Mengumumkan sehari lebih cepat. Bahkan dilakukan dinihari, 21 Mei 2019. Saat umumnya warga sedang tidur nyenyak. Ada apa gerangan? Mudah diduga-duga.

Karuan, langkah KPU yang abai lazim dan lumrah — memicu aksi unjuk rasa. Esok harinya, 22 Mei 2019 — gedung Bawaslu di Jl. MH Thamrin dikepung massa rakyat. Mencekam. Berujung jatuh korban enam orang meregang nyawa. Tak ada solusi saat itu. Giliran KPU tertidur siang hari.

Tak terduga, sang ketua KPU terjebak langkah. Bukan gara-gara memutar film midnight show tadi. Duapuluh bulan kemudian, Arief Budiman dicopot jabatan Ketua KPU. Dia terbukti melanggar Kode Etik. Itu keputusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), 13 Januari 2021. Toh, tidak dipecat. Dia tetap komisioner KPU. Terkesan “timbal balik” dari tayangan midnight show tadi. Lantas, Ilham Saputra jadi Plt. Ketua KPU. Tiga bulan kemudian ditetapkan ketua definitif.

***

Perkara money politic masih akan menghantui Pemilu 2024, Ketua KPU baru sebatas judul. Sebatas introduksi sejurus early warning. Tidak spesifik bertekad membasmi. Terlebih skenario langkah sebagai bentuk komitmen KPU.

Menyusul harapan, agar seluruh awaknya untuk tidak menjadi bagian dari konflik saat Pemilu 2024 — mengingatkan prilaku hitam komisioner sebelumnya. Wahyu Setiawan diseret KPK. Kasus suap untuk agenda pergantian antarwaktu anggota DPR RI 2019-2024. Siapa lagi, ya atasnama Harun Masiku.

Wahyu Setiawan masuk bui. Vonis hakim enam tahun. Di tingkat banding, dapat bonus setahun. Jadi tujuh tahun. Catatan negatif KPU yang mestinya menjaga wibawa lembaga negara.

Tersangka lain, Harun Masiku pun lari terbirit-birit. Konon, pakai jimat sakti — bisa menghilang di keramaian. Entah tersandera di belantara mana? Bagai “bom waktu”. (Pengen rada rinci ikhwal dua bab yang dirilis Ketua KPU. Cuma jadi panjang bacaan. Mending lewat seri tulisan berikutnya -pen).

Okey-okey saja, ketika Hasyim ingin mengembalikan KPU sebagai lembaga berintegritas. KPU yang berwibawa, tegas, lugas dan tangkas. Mengembalikan marwah KPU yang “jurdil dan luber”. Menjaga kehormatan dan harga diri.

Bila benar adanya, tentu kita sambut dengan suka cita. Tak melulu bagi para “pemburu rumah idaman”. Legislatif maupun eksekutif. Tapi juga publik yang berharap bobot kualitas kedua kategori jabatan itu. Kelak mampu perjuangkan kepentingan rakyat di lembaga legislatif. Pun eksekutif yang menyejahterakan. Itu bagian dari upaya dan manifestasi kedaulatan rakyat sesungguhnya. Bukan _lips service alias “omdo”.****
(bersambung).

*) pemerhati sospol.