JAKARTASATU.COM — Pembicaraan kasus tambang itu ada perselingkuhan politik, relasi kuasa politik. “Mudus operandi VOC baru ini salah satunya lewat partai politik. Tambang menjadi perebutan kekuasaan. Bukan sekadar pertambangan, namun juga instrumen persekongkolan dan perselingkuhan politik, terutama menjelang pilpres,” kata Dosen Universitas Islam Kalimantan Selatan, DR. Muhammad Uhaib As’ad, pada diskusi KOPI Party Movement yang bertajuk Gurita Energi Kotor Dari Lubang Tambang, Jakarta (17/11/2022).

Ditambahkannya bahwa Uhaib  banyak menulis soal tambang dan pilkada. “Disertasi saya, Relasi Kuasa dan Politik di Kalimantan, ini sudah saya presentasikan di 29 negara,” tambahnya.

Di daerah ini dotongkrongi ratusan pengusaha tambang. Kita sungguhnya berada di alam VOC baru. VOC baru ini lebih kejam dari VOC dulu.

“Kalau VOC dulu hanya rampok cengkeh, pala. Kalau sekarang oligarki juga ngerampok lewat kekuasaan negara lewat parpol. Di hutan-hutan Kalimantan Selatan menghasilkan lubang tambang, Kalimantan Selatan ini episentrum nasional penghasil tambang ke dua terbesar setelah Kalimantan Timur sejak tahun 80an, bukan hanya tambang batu bara, tetapi juga sawit,” jelasnya.

Sampai kini regulasi, kebijakan dibuat DPR tapi banyak yang pengusaha tambang membela kepentingan penguasa tambang. Ini pengkhianatan pasal 33.

“Seharusnya rakyat banyak yang kaya. Persoalan regulasi, persoalan negara sudah bergeser menjadi kapitalisme, dikuasai negara bayangan, orang yang memiliki modal,” beber Uhaib.

“Dari dulu negara sudah dikhianati, SDA dikuasai korporasi, para mafia tambang, oleh gerombolan kita yang legal maupun ilegal, tetap merusak alam. Illegal mining bekerja terstruktur,” ungkapnya.

Masih kata Uhaib kini sudah bukan rahasia lagi, sudah telanjang perbuatan sistem, regulasi, undang-Undang minerba, undang-undang omnibus law.

“Ini menimbulkan oligarki lokal yang sudah terkontaminasi dengan virus politik uang,” pungkasnya. (YOS/JAKSAT)