Gede Moenanto Soekowati/ist

JAKARTASATU.COM — Gede Moenanto Soekowati Kandidat Doktor dari Universitas Padjajaran mengatakan bahwa masyarakat rindu kehadiran media sebagai watchdog elemen jurnalistik Bill Kovach.

“Media saat ini sudah tidak sebagai Watchdog Element Journalisme Bill Kovach

Dalam riset yang dilakukan oleh Gede Moenanto Soekowati sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Padjadjaran (UNPAD) ditemukan bahwa kalangan masyarakat merindukan kehadiran media sebagai kontrol terhadap jalannya kekuasaan.

“Dipastikan bahwa kekuasaan cenderung korup seperti disampaikan oleh Lord Acton, power tends to corrupt,” jelasnya di Jakarta, Selasa (22/11/2022).

Menurut Gede Moenanto Soekowati, yang memaparkan hasil riset di hadapan tim penguji oponen ahli dan promotor, terdapat temuan bahwa masyarakat kurang merasakan kehadiran media di tengah mereka.

Misalnya, kata dia, tokoh panutan warga bernama Ustadz Sofyan menyatakan, warga putus asa karena mereka banyak diintimidasi oleh pasukan keamanan dan dari pihak Pemda yang melakukan penindasan di wilayah Kecamatan Temon, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sidang hasil riset (SHR) diselenggarakan Program Pasca Sarjana UNPAD di Kampus UNPAD Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, April 2022.

Dalam SHR tersebut yang dihadiri oleh Ketua Sidang, DR Dadang Sugiana, Ketua Promotor DR Aceng Abdullah, dan Oponen Ahli DR Dian Wardiana Sjuchro.

Tim penguji yang juga menghadiri SHR yang dilaksanakan dalam sidang tertutup secara hybrid adalah co Promotor Prof Oekan Soekotjo Abdoellah dan DR Evie Ariadne Shinta Dewi.Tim penguji sebagai Oponen Ahli yang juga melakukan pengujian SHR secara tertutup adalah DR Dadang Rahmat Hidayat dan DR Herlina Agustin.Dalam masa pandemi, ujian program DR yang diselenggarakan UNPAD adalah dengan menggunakan teknologi hybrid di mana kandidat diuji di ruang sidang tertutup dengan dihadiri Ketua Sidang, Kapromotor, dan Oponen Ahli.Sejumlah temuan penelitian yang dilakukan dalam kurun 2017 sampai 2020 mendapati bahwa kehadiran media yang dilakukan di lokasi penggusuran itu memang sangat dibutuhkan.

Gede Moenanto Soekowati mengtakan, kaluhan warga seperti diwakili oleh Sofyan, Ponerah, Wagirah, dan berbagai petani lainnya, menyatakan bahwa pers hadir hanya di saat warga sudah terdesak oleh intimidasi dan kekerasan.

“Sebagian warga ditangkap dan dipenjara, sehingga mereka sangat ketakutan,” katanya.

Perlawanan terakhir warga, kata Gede Moenanto Soekowati, dilakukan dengan bertahan di masjid Al Hidayah hingga saat terakhir.

“Istilahnya, sampai titik darah yang penghabisan,” katanya.

Masih menurut Gede Moenanto Soekowati, Oponen Ahli dalam SHR meminta agar penelitian mengkaji framing yang dilakukan oleh media terhadap kasus penggusuran yang dialami oleh masyarakat.

Menurut DR Dadang Rahmat Hidayat, kandidat harus melaksanakan analisis terhadap framing yang dilaksanakan oleh media dalam peristiwa yang dialami masyarakat di Kulon Progo tersebut.

Sementara itu, DR Dadang Sugiana menjelaskan, proses SHR akan diikuti rangkaian revisi naskah dan dilanjutkan dengan penelaahan naskah disertasi. Profesor Oekan Soekotjo Abdoellah menyatakan bahwa kegiatan penelitian yang berkaitan dengan media perlu ada kebaruan dalam melaksanakan penelitian tentang media.

DR Herlina Agustin menyatakan, penelitian yang dilakukan perlu memberikan manfaat dalam kegiatan jurnalistik khususnya untuk menjadi watchdog dalam proses pelaksanaan kebijakan.

DR Aceng Abdullah memberikan masukan terkait dengan data media yang melakukan framing perlu untuk ditampilkan dan dianalisis dalam penelitian yang dilakukan.

DR Dian Wardiana Sjuchro menyatakan, fokus penelitian yang dilaksanakan perlu memberikan detail terhadap peran media sebagai watchdog dalam pelaksanaan pembangunan.

DR Evie Ariadne Shinta Dewi menyatakan, penelitian tentang media dan pembingkaian menunjukkan terjadi peran dan kekuasaan media dalam upaya untuk mengubah kebijakan.

Gede Moenanto Soekowati menyatakan, terima kasih dan penghargaan atas masukan dan saran yang disampaikan oleh Oponen Ahli dan Promotor serta Co Promotor dalam penelitian tentang watchdog tersebut.

“Kehadiran media dapat menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dalam melaksanakan kebijakan,” katanya.

Menurut Gede Moenanto Soekowati, fungsi media sebagai watchdog sebagaimana diharapkan dapat diwujudkan bisa berkaitan dengan memenuhi fungsi tersebut.

“Dengan melaksanakan fungsi sebagai watchdog, media bisa menampilkan sisi realitas yang paling menarik karena keberpihakan kepada korban akan menjadikan media dibaca,” katanya.

Meski demikian, ditemukan juga sejumlah media mainstream yang tidak terpengaruh dengan tekanan pemegang kebijakan. “Misalnya, berdampak terhadap pemasukan iklan karena biasanya kebijakan berhubungan dengan sejumlah faktor eksternal media, yang meminta media untuk tidak mengungkap dalam pemberitaan, tapi ada juga kepentingan untuk memberitakan,” katanya.Sesuai temuan, sejumlah media mainstream membutuhkan pemasukan iklan untuk menyehatkan media dan bisa menjalankan fungsi sebagai watchdog.Di masa Orde Baru bahkan di masa Tirto Adisoerjo misalnya, sebagian media dibiayai oleh pekerja media sendiri dan bisa menjaga independensi mereka sebagai salah satu elemen terpenting dalam jurnalistik.”Tidak mudah mendapatkan media yang bisa bertahan sebagai watchdog bahkan media yang dianggap sangat kritis, dalam penelitian kasus penggusuran ini malah mendukung penggusuran yang terjadi,” katanya.

Menurut Gede Moenanto Soekowati, media akhirnya tidak bisa melaksanakan fungsi sebagai watchdog dan menjaga idealisme media.

“Di era jurnalisme baru, muncul saluran media sosial yang memungkinkan pemberitaan yang kurang diketahui duduk soalnya oleh kebanyakan masyarakat akhirnya dibuka, jadi pers tetap sulit meninggalkan fungsi mereka sebagai watchdog di era jurnalisme baru dan digital ini,” katanya.

Berkaitan dengan itu Gede saat dimintai keterangan konsisi pers saat ini ia juga menyoroti sejumlah hal diantaranya, “Pers itu harusnya menjadi pilar untuk membuat media tumbuh dan berkembang di tengah kurangnya perhatian terhadap kehidupan dan kelangsungan pers, iklan dijegal, kritis akhirnya iklan dicabut,” jelasnya.

Moenanto juga mengatakan sertifikasi itu harusnya jelas kualifikasi seperti apa bukan asal-asalan. “Akibatnya banyak jurnalis tercemar ulah wartawan yang sebenarnya pelaku kriminalitas (memeras) bukan memberitakan malah menutup berita,”pungkasnya. (am/jaksat)