ilustrasi/ys

JAKARTASATU.COM — Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menyatakan sikap di depan Gedung DPR, Menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Pengganti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang dinilai sebagai bentuk nyata rezim Jokowi otoritarian, anti demokrasi dan tindakan melanggar konstitusi, Jakarta, (5/1/2023).

Aksi AASB ini tidak hanya dihadiri para perwakilan elemen buruh saja, hadir pula ahli hukum tata negara Refly Harus dan Feri Amsari, serta aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar.

Perwakilan SPMI Abdul Hakim Muslim mengatakan AASB yang tergabung dalam KSPSI (Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia – Pimpinan Jumhur Hidayat) terdiri dari LEM (Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), ada SPMI (Serikat Pekerja Maritim Indonesia).

“Perwakilan buruh lainnya, ada KSPM (Konfederasi Serikat Pekerja Metal), SBSI (Serikat Buruh Sejahtera Indonesia) 1992, SBTN (Serikat Buruh Transportasi Nasional), Gaspermindo (Gabungan Serikat Merdeka Seluruh Indonesia),” ujarnya

“Ada pula federasi pekerja/buruh Parkes (Farmasi dan Kesehatan), RTMM (Rokok Tembakau, Makanan dan Minuman), GSBSI (Gabungan Serikat Buruh Seluruh Indonesia), serta TKBMI (Tenaga Kerja Bongkar Muat Indonesia), dan lain-lainya.” Imbuhnya

Kemudian, Ketua GSBSI (Gabungan Serikat Buruh Seluruh Indonesia) Rudi membacakan pernyataan sikap AASB.

“Kami pimpinan Konfederasi dan Federasi Serikat Pekerja/Serikat Buruh yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menilai penerbitan PERPU Nomor 2 tahun 2022 adalah bentuk pembangkangan, pengkhianatan dan kudeta Konstitusi RI, tindakan pelecehan atas putusan, dan kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK). Presiden tidak menghormati Mahkamah Konstitusi (MK) dan Presiden telah melakukan Contempt of the Constitutional Court karena dalam Perppu ini juga dinyatakan menggugurkan Putusan MK, serta ini menunjukkan secara terang otoritarianisme pemerintahan Joko Widodo.”

Lanjut Rudi dalam membacakan pernyataan AASB bahwa bahwa Omnibus Law Cipta Kerja (Undang-undang Nomor 11 tahun 2020) sudah jelas dan terang telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menguji formil karena tidak memenuhi dua syarat utama yaitu; pertama tidak memiliki dasar atau bantalan hukum dalam pembuatannya dan kedua tidak memenuhi syarat partisipasi bermakna. Maka sudah pasti secara formil dan materiilnya UU Cipta Kerja ini adalah barang haram. Namun alih-alih atas nama akal-akalan adanya kegentingan yang memaksa, bukanya menjalan perintah amar putusan MK malah menerbitkan Perpu yang isinya pun lebih buruk dan jahat. Perpu ini bagi kaum buruh akan memaksa kehidupan kaum buruh menjadi lebih buruk.

“Kami menilai bahwa penerbitan Perpu ini jelas tidak memenuhi syarat diterbitkannya Perpu sebagaimana di nyatakan dalam pasal 22 UUD 1945 jo putusan MK Nomor138/PUU-II/2009. Kehadiran Perpu ini jelas mengganggu, merusak tatanan dan merugikan kehidupan bernegara yang demokratis. Penerbitan Perpu ini semakin melengkapi ugal-ugalan Pemerintah dalam membuat kebijakan seperti UU Minerba, UU IKN, UU Omnibus Law Cipta Kerja, Revisi UU KPK yang melemahkan, Revisi UU Mahkamah Konstitusi, UU KUHP, dan kebijakan-kebijakan lain. Presiden Joko Widodo seharusnya mengeluarkan Perpu Pembatalan UU Cipta Kerja secara permanen sebagaimana aspirasi penolakan kaum buruh dan rakyat yang masif, bukannya menerbitkan Perpu. Presiden menjilat ludah sendiri, bagaimana tidak, saat itu Presiden meminta kaum buruh dan masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja melakukan judicial review. Saat MK memutuskan UU Cipta Kerja inkonstitusional, Presiden justru mengakalinya dengan menerbitkan PERPU. Perintah Mahkamah Konstitusi jelas bahwa Pemerintah harus memperbaiki UU Cipta Kerja, bukan menerbitkan PERPU,” kata ketua GSBSI.

Di tempat  yang sama Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat dalam kesempatan itu mengingatkan bahwa putusan MK menyatakan UU No. 11 Tahun 2022 tentang Ciptaker inkonstitusional bersyarat.

“Presiden harusnya melaksanakan perintah MK, ajak dialog stakeholer terkait, atau kalau tidak cukup waktu ya kembali saja ke Undang-Undang lama,” ujar Jumhur seraya menambahkan, bukannya malah menerbitkan PERPPU yang isinya lebih buruk dan jahat.

Jumhur menilai, PERPPU No. 2 Tahun 2022 itu membuat kehidupan kaum buruh menjadi lebih buruk. Bahkan AASB terang-terangan menuding PERPPU No. 2 Tahun 2022 itu sangat berkhidmat kepada investor, pemodal besar, oligarkhi, kapitalis asing dan tuan tanah.

AASB mendesak:

1. Presiden Joko Widodo untuk Menarik atau Mencabut Perpu Nomor 2 tahun 2022 serta Menerbitkan Perpu Pembatalan UU Cipta Kerja Nomor 11 tahun 2022 yang sesat.
DPR RI untuk Menolak Perpu Nomor 2 tahun 2022 di sahkan menjadi Undang-Undang, dan kami mendesak DPR RI untuk segera mengunakan hak angket untuk memeriksa Presiden RI atas diterbitkannya Perpu yang telah melanggar dan menunjukkan ketidak patuhan pada Konstitusi.

2. Menyerukan kepada seluruh kaum buruh Indonesia, kalangan intelektual, akademisi, praktisi demokratis serta seluruh rakyat untuk bersatu melakukan perlawanan dan menolak Perpu Nomor 2 tahun 2022 serta seluruh kebijakan rezim Joko Widodo yang anti rakyat dan pro kapitalis monopoli asing dan tuan tanah (Investasi dan pemodal). | YOS/JAKSAT