ilustrasi
JAKARTASATU –  Selasa (6/10) pagi seorang masyarakat dari Riau mengirimkan pesan ke redaksi JPNN.com, namanya Afni Zulkifli. Ia meminta agar seluruh rakyat Indonesia mendoakan korban kabut asap di daerahnya yang sudah berlangsung sebulan terakhir.
“Mohon doanya sedulur kabeh, saudara sebangsa setanah air. Hari ini asap pekat kembali menyelimuti Riau. Kepekatannya mungkin empat kali lipat dari sebelumnya,” kata Afni.
“No electrik, No school, No flight, No oxygen. Demi Allah, ini terasa seperti Genosida! Negara sedang membunuh 6,3 juta rakyat Riau pelan-pelan,” sambungnya.
Yang menyedihkan lagi, dalam pesan tersebut, dia mengeluhkan bahwa bantuan masker yang diterima hanya masker kue yang lumrah digunakan untuk polusi ringan, bukan masker standart sesuai status tanggap darurat bencana (N95).
Padahal, kualitas udara di Pekanbaru bukan lagi berbahaya, tapi sudah merusak bahkan membunuh. “Partikel berbahaya ini sudah dua bulan kami hirup tanpa henti. 24 jam setiap hari. Sudah 55 ribu warga, mayoritas balita dan orang tua, bertumbangan karena asap,” kesahnya.
Menurutnya yang dialami masyarakat di Riau, bukan lagi bencana biasa. “Tolong bantu. Jika tak bisa sama-sama mendesak pemerintah turun tangan, tolong doakan kami masih tetap bernafas esok hari,” tulisnya.
Dalam pesan tersebut, Ia juga menulis tentang kebijakan pemerintah dalam menangani Karhutla yang tak logis dan matematis. Berikut pesannya:
KEBIJAKAN KAMPRET:
Ada 1.563 titik api. Dipadamkan dengan bantuan 7 helikopter dan pesawat water bombing, serta 1 pesawat Casa hujan buatan. Dibantu 1.594 personel TNI dan Polri. Mari kita masukin ke rumus matematika sederhana. 8 pesawat yang ada, jika dibagi dengan jumlah lokasi sumber asap, artinya satu pesawat harus mengatasi 195 titik api. Helloooo, apa mungkin bisa?
 
Lalu, jumlah personel yang diturunkan, hampir seimbang dengan jumlah titik api yang ada. Artinya hanya ada satu orang prajurit untuk mengawal setiap satu titik api. Sementara satu titik api yang terpantau di satelit, luasannya bisa mencapai puluhan hingga ratusan hektar.
 
Dear Pak Jokowi, please jangan kadalin rakyat lagi, dengan kebijakan-kebijakan kampretmu itu. Jika anda tak mampu, ngaku sajalah Pak. Kami paham, kelas anda cuma walikota, bukan Presiden.Kami maklumi dan maafin Pak. Jadi jangan gengsi, tetapkan darurat bencana nasional pencemaran udara dan minta bantuan dunia internasional untuk memadamkan titik api.
 
Berhutang keluar negeri saja anda mampu dalam hitungan bulan menjabat, masa untuk kepentingan rakyat anda ragu?! Ayolah Pak. Buat pencitraan yang menyelamatkan banyak nyawa rakyat.*** 
 
Wassalam [jpnn]