JAKARTASATU – Setelah menjalani pemeriksaan selama sembilan jam, Gubernur DKI Jakarta Ahok akhirnya ke luar ruang pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Ahok diperiksa mulai pukul 09.00 WIB dan baru keluar ruangan sekitar pukul 18.00 WIB. Selama di dalam ruangan, Ahok diperiksa oleh sekitar 12 orang penyidik dan dicecar delapan lembar pertanyaan.
Ia diperiksa terkait kasus pembelian lahan seluas 3,6 hektare milik Rumah Sakit Sumber Waras. Berdasarkan laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK 2014, proyek pengadaan tanah Rumah Sakit Sumber Waras terindikasi lebih bayar senilai Rp 191 miliar. Nilai itu didapat dari selisih Rp 755,6 miliar dikurang Rp 564,3 miliar. “Ini rangkaian pemeriksaan permintaan KPK dan pemeriksaan sudah dilakukan sejak Agustus 2015. Ahok kooperatif dalam pemeriksaan ini,” ungkap Juru Bicara BPK Yudi Ramdan setelah pemeriksaan di Gedung BPK, Jakarta, Senin (23/11).
Hasil pemeriksaan kali ini, tambahnya, akan segera diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Nantinya, KPK berwewenang memanggil dan menetetapkan status tersangka.
Menurut Yudi, pemeriksaan tersebut menjadi lanjutan dari Lapotan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK DKI Jakarta. Pemeriksaan tersebut bersifat pendalaman. “Ini juga bagian dari LHP dan semua akan diserahkan kepada aparat penegak hukum,” tuturnya.
Sementara itu, di luar Gedung BPK, masyarakat yang menamakan dirinya Komite Tangkap dan Penjarakan (KTP) mendesak KPK untuk segera menuntaskan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang dilakukan Ahok.
Menurut salah satu kordinator aksi, Muhclis Abdulah, pasca-mencuatnya 70 temuan dalam LHP BPK Tahun Anggaran 2014 yang di dalamnya juga memuat kejanggalan dalam pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat, KPK hingga kini belum juga melakukan pengusutan secara tuntas. ”KPK beralasan harus menerima kajian audit investigasi oleh BPK terhadap proses peralihan, dan kemungkinan adanya tindakan penyimpangan terhadap keuangan negara,” ujar Muhclis.
KTP pun menilai ada sebuah diskriminasi dan perbedaan sudut pandang dalam penanganan kasus yang patut diduga melibatkan secara langsung Ahok dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI. Seolah-olah, kata Muchlis, Ahok tidak bisa tersentuh oleh jerat hukum. “Apa karena dekat dengan sumbu kekuasaan dan didukung pemilik modal? Oleh karenanya, kami dari Komite Tangkap dan Penjarakan mendukung BPK agar segera menyampaikan audit investigasi ke KPK untuk mengungkap dalang di balik kerugian negara yang melibatkan Ahok. Tolak segala bentuk intervensi dari siapa pun yang dapat melemahkan kinerja BPK,” tuturnya.
Di media sosial Twitter, Senin malam ini juga ada hastag atau tanda pagar (tagar) #BorgolAhok. Dan, hanya dalam tempo beberapa jam, #BorgolAhok telah menempati urutan ketiga dalam daftar trending topics dunia. [Fer/Djun]