“Kartu Merah” untuk Firli
Firli Bahuri bakal kena KO alias knock out. Laga “perkasa” di pentas KPK akan segera berakhir. Hanya soal waktu. Itu lantaran tiga pukulan bertubi. Telak! Memaksanya mencium kanvas.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi itu sudah saatnya keluar arena. KPK bagai “ring tinju” yang dirancangnya sendiri. Sejumlah “awak terbaik” KPK disingkirkan. Bahkan dihempaskan tanpa alasan jelas. Mutahir adalah Brigjen Endar Priantoro sebagai Direktur Penyelidikan KPK. Pencopotannya dinilai politis. Sebelumnya terhadap penyidik kaliber Novel Baswedan. Firli Bahuri, pensiunan Polri berpangkat terakhir komjen. Dialah sang petinju yang hari-hari ini merasakan sakitnya kena tinju. Semata akibat ulah sendiri.
Sebelumnya, Firli pernah berhadapan dengan Dewan Pengawas KPK. Menyusul ulahnya menumpang helikopter milik swasta. Meski kunjungan keluarga dari Palembang ke Baturaja, Firli telah melanggar kode etik. Dinilai bergaya hidup mewah. Hal tak seharusnya bagi pimpinan KPK. Pun dugaan melakukan pembicaraan dengan pihak yang sedang berperkara di KPK. Dewan Pengawas KPK hanya menjatuhkan sanksi ringan.
Sanksi ringan berupa peringatan, tentu bermakna hukuman lebih berat — bila mengulang pelanggaran etik. Ternyata berulang. Kali ini, bahkan dengan tiga pukulan kepada Firli. Pukulan pertama terkait pencopotan Endar tadi. Buntutnya, para pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) di KPK minta dikembalikan ke Polri. Bila pencopotan Endar dipaksakan. Alih-alih mengembalikan ke korps kepolisian, Kapolri justru memutuskan Endar tetap bertugas di KPK.
Dua pukulan lainnya. Unjuk rasa yang mendesak Firli Bahuri mundur dari jabatan Ketua KPK. Aksi dilakukan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Memprotes pencopotan Endar.
Firli juga diduga muncul di sejumlah baligo. Diduga dalam kepentingan “minat” untuk agenda Pilpres 2024.
Pukulan berikut lebih parah. Aksi demo Koalisi Masyarakat Sipil. Mendesak “Copot Firli!”. Ketua KPK ditengarai terlibat dalam bocornya dokumen penyelidikan kasus yang tengah diproses KPK. Kasus korupsi tunjangan kinerja (Tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ironisnya, justru sudah ada 10 tersangka. Termasuk Plh Dirjen Minerba berinitial MIFS.
Aksi melibatkan mantan pimpinan KPK. Abraham Samad, Saut Situmorang dan Bambang Widjojanto. Pun mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, Novel Baswedan (mantan penyidik KPK), Usman Hamid (Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, AAI) dan mantan Wamen KumHAM, Denny Indrayana.
Dugaan pelanggaran etik dan prilaku Firli Bahuri, yang harus diproses secara hukum. Firli bakal terjerat pelanggaran empat undang-undang. Berupa UU KPK, UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), KUHP dan UU no. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
Dewan Pengawas KPK harus mengakhiri sengkarut “ring tinju” ala Firli di KPK. Alih-alih fokus dalam pemberantasan korupsi. Dalam arti meliputi semua aspek terkait. Firli justru tampak telanjang berkorupsi. Rasanya, tak sebatas korupsi informasi.
Dewan Pengawas perlu gerak cepat. Bersamaan itu, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) telah membuat laporan polisi ke Polda Metro Jaya. Hal serupa, akan dilakukan Abraham Samad dkk. Dewan pengawas adalah wasit terhadap awak dan kinerja KPK. Menanti “kartu merah” untuk Firli!***
– imam wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung.