Rizal Ramli: KKN Zaman Jokowi Lebih Ganas, Lebih Buas dari Zaman Orba

JAKARTASATU.COM – Rizal Ramli (RR) mempertanyakan adakah maanfaat reformasi dalam diskusi bertema “25 Tahun Reformasi Dikorupsi, Bagaimana Masa Depan Generasi Z?” yang diselenggarakan Mahasiswa Jawa Barat – Banten dan Departemen Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran (Unpad) di Auditorium Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja, Bandung, Sabtu (20/5/2023).

Dalam diskusi yang diinisiasi oleh 13 Kampus dari Jawa Barat dan Banten tersebut, RR berpendapat bahwa hanya 4 tahun pertama setelah reformasi, Indonesia sangat demokratis dan pro rakyat.

RR mengatakan setelah masa Habibie dan Gus Dur, Indonesia masuk masa stabilisasi demokrasi, yakni zaman Megawati dan SBY. Tapi begitu masuk zaman Jokowi, lanjut RR, kuasa yang terjadi itu bukan reformasi lagi. Yang terjadi itu deformasi, merusak apa yang sudah bagus di dalam bidang demokrasi.

Pernyataan itu didampingi dengan bukti seperti tindak KKN yang semakin vulgar dengan terjadinya dinasti bisnis dan politik keluarga presiden, dan diperlemahnya KPK dengan berbagai kebijakan.

“Ini anaknya Jokowi bahwa 6 tahun kuasa punya 60 perusahaan investasi ratusan miliar. Ini semua uangnya uang money laundry, uang dagang kekuasaan,” tegasnya.

Lebih lanjut, RR mengungkapkan bahwa UU ITE yang seharusnya digunakan untuk menangkap kejahatan dari bisnis keuangan online atau kejahatan seksual lewat online malah dibelokkan untuk menangkap oposisi atau orang yang berbeda pendapat.

Lebih buruk lagi, RR juga mengatakan bahwa indeks demokrasi Indonesia sejak Jokowi, merosot 30 poin ke nomor 70 di seluruh dunia. Serta Jokowi menyepakati undang-undang KUHP yang baru. Dan di dalam KUHP itu salah satu pasalnya mengatakan kalau ada rakyat, mahasiswa Kritik anggota DPR, kritik menteri, gubernur, presiden bisa dipenjarakan.

“Ini betul-betul sadis, vulgar, zaman pak Harto aja enggak kayak begitulah. Iya kan negara-negara yang ngaku demokratis enggak bisa orang karena perbedaan pendapat lalu demonstrasi, ditangkap,” ungkap RR.

“Tapi prestasi Jokowi justru membuat yang miskin makin banyak. Hari ini orang Indonesia yang miskin itu 40% dari penduduk, dikali 270 juta berarti 100 juta lebih dari bangsa kita miskin. Suatu hal yang tidak pantas karena ini negara kaya sekali. Penduduknya rajin dan mau kerja. Kekayaan alamnya luar biasa. Kok bisa 100 juta orang Indonesia masih miskin,” sambungnya.

Lalu RR menjelaskan alasan terjadinya kemiskinan tersebut, yakni karena Jokowi bekerja untuk cukong atau oligarki. Salah satu contohnya adalah penghapusan royalti dadi eksportir batu bara yang mengurangi pendapatan negara hingga ratusan miliar dari tambang.

Lebih lanjut, RR memberikan contoh nyata betapa vulgar dan ganasnya korupsi di era Presiden Jokowi dibanding dengan era Presiden Suharto.

Hal tersebut terlihat dari korupsi yang menyebar hingga ke tingkat daerah, skandal Kementerian Keuangan 349 triliun, hingga bisnis keluarga dan politik keluarga presiden Jokowi.

RR pun memberikan perbandingan kasus Donald Trump dan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir yang tidak seberapa besar korupsinya, tetapi tetap dihukum sebagaimana mestinya.

“Itulah kenapa saya berani katakan bahwa KKN zaman Jokowi lebih ganas, lebih buas dari zaman Orba. Itu yang membuat rakyat kita juga makin miskin karena kebanyakan uang untuk rakyat dikorupsikan oleh para pejabat yang juga mroyek dan sebagainya,” tukasnya.

RR mengingatkan bahwa masalahnya ada di sistem demokrasi yang otoriter, ada di dalam seleksi kepemimpinan yang tidak amanah aan tidak kompetitif.

RR mencontohkan Negara Barat Amerika dan Eropa, serta China sekalipun punya sistem pemilihan pemimpin yang sangat kompetitif dan amanah. Sedangkan Indonesia yang mengaku pakai sistem Pancasila NKRI tidak memiliki sistem pemilihan pemimpin yang amanah dan kompetitif.

“Yang ada ini hanya money politik, politik uang. Siapa yang punya uang utama, oligarki, merekalah yang menentukan siapa yang bisa jadi presiden, jadi gubernur, dan sebagainya. Rakyat tinggal disodorkan saja, mereka yang milih dulu. Oligarki milih dulu calon presiden, calon gubernur baru ditawarin sama rakyat,” ungkapnya.

“Nah kita harus lawan sistem ini, dalam UUD tidak ada keharusan untuk threshold partai maupun threshold untuk jadi bupati, gubernur, atau presiden. Ini dulu kita hapuskan sehingga pemilihan pemimpin di Indonesia amanah dan kompetitif,” lanjutnya

“Jadi pertanyaan saya sama kawan kawan yang hadir di Unpad, apakah mau meneruskan sistem yang rusak ini? Yang anak semi otoriter, yang korup, yang monarki. Atau kita jatuhkan Jokowi secepatnya baru kita benahi sistem sehingga pemilihan itu menghasilkan pemimpin-pemimpin yang hebat,” pungkasnya.

MAT/CR-Jaksat