Maklumat Tolak Pembunuhan Demokrasi dan Anti Korupsi yang dibacakan oleh Eks Penyidik KPK, sejumlah aktivis, akademisi, mahasiswa, dan Koalisi Masyarakat Sipil, di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Rabu (31/05/2023).

Serbuan tanpa jeda dan pukulan tak henti atas nyanyian reformasi terus terjadi. Serbuan dan pukulan ini sangat jelas bertujuan untuk menghambat proses demokrasi dan berhenti. Hal ini dilakukan berbagai upaya, baik melalui perubahan sistem maupun operasi berbagai lembaga negara yang merupakan anak kandung reformasi. Serbuan dan pukulan ini tampak jelas, antara lain menempatkannya pihak-pihak yang mempunyai jalan integritas di lembaga tersebut. Hasilnya demokrasi mati suri dan di dalam lembaga korupsi sekarat.

Dibidang anti korupsi pelemahan gerakan anti korupsi terjadi secara terus menerus setelah terjadinya pemecatan 57 pegawai revisi undang undang kerja sampai dengan rangkaian kontroversi serta panduan etik yang dilakukan oleh pimpinan KPK.

Alih-alih diberikan sanksi malah diberi hadiah perpanjangan masa jabatan oleh Mahkamah Konstitusi.

Perpanjang masa jabatan tersebut secara tanda kutip kebetulan melewati tahun politik 2024.

Pandangan ini potensial menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh KPK untuk kepentingan tertentu. Selain itu, ketentuan penghapusan kewajiban untuk mendeklarasikan sumbangan kampanye dan soal ketentuan lain terkait anti korupsi dalam kampanye juga membuat kondisi pemberantasan korupsi semakin dijauhkan dari proses menjaga demokrasi.

 

Di sisi lain, diduga berbagai proses penegakan hukum yang mencurigakan oleh KPK, termasuk tidak ditahannya sekitar jenderal Mahkamah Agung oleh KPK ini menimbulkan tanda tanya publik mengenai motif di baliknya.

Seruan kondisi tersebut sangat mempengaruhi kondisi demokrasi ke depan. Demokrasi juga dilumpuhkan dan digerogoti melalui berbagai jalan. isu mengenai akan adanya putusan proporsional tertutup oleh Mahkamah Konstitusi berpotensi menguntungkan partai tertentu. Hal lain yang juga penting diperhatikan partisipasi publik dalam pemberantasan korupsi dan kebebasan bicara di berbagai daerah selama beberapa tahun terakhir memburuk. Contoh terakhir adalah penetapan aktivis hak asasi manusia Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti menjadi terdakwa.

Pembunuhan, demokrasi, dan anti korupsi harus segera dihentikan.

Untuk itu kami sebagai rakyat Indonesia merasa perlu mengajukan keprihatinan dan menyatakan dalam sebuah maklumat yaitu:

 

1. Lembaga survei reformasi, termasuk Mahkamah Konstitusi dan KPK harus menghentikan segala bentuk pukulan balik terhadap reformasi yang membunuh demokrasi dan anti korupsi.

2. Presiden harus mengambil langkah tegas. Untuk menunjukkan komitmennya terhadap nilai reformasi dalam demokrasi dan anti korupsi. Komitmen ini bisa ditunjukkan dengan bersikap netral dalam Pemilu, menghentikan segala tindakan yang berpotensi menjadikan aparat penegak hukum, Polri, kejaksaan, dan KPK sebagai alat politik dan menghentikan segala upaya intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap lembaga yudikatif. Presiden juga harus menghentikan berbagai upaya kriminalisasi bagi aktivitas bagi aktivis, termasuk Hari Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Generasi berikutnya akan mencatat dan menilai gerakan menjaga pemberantasan anti korupsi dan membungkam demokrasi mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kegagalan masa pemerintahan sebelumnya dalam menerapkan nilai nilai demokrasi seharusnya menjadi pembelajaran bagi elite dalam mengambil kebijakan. Karena reformasi hukum bukan sekedar pemangkasan regulasi, apalagi slogan.

Jangan bunuh demokrasi dan anti korupsi di Indonesia. Panjang umur perjuangan panjang!

 

(INJ/CR JAKSAT).