Tabliq dan Fathonah Kekuatan Rahasia Peradaban Islam
Oleh Hendrajit
Islam kaya khazanah, bahkan keteladanan kanjeng Rasul pun jadi sumber panutan. Namun sayang selalu yang ditekankan dalam berbagai pengajaran di sekolah maupun tausiah para ustad dan ulama, hanya mengenai amanah. Dapat dipercaya.
Padahal setidaknya ada lagi dua lagi sifat Rasul yang tak kalah penting. Tabliq, daya penyampaian ilmu dan ajaran yang bukan sekadar menyampaikan pengetahuan, tapi juga menanamkan dan menumbuhkan wawasan.
Pun juga Fathonah yang diartikan secara harfiah sebagai kecerdasan. Kecerdasan bukan sekadar pintar, atau juara kelas, atau IQ 200. Kecerdasan yang dimaksud adalah memiliki Logos. Kemampuan mengakses Kecerdasan semesta atau kecerdasan ilahiah.
Jadi logos bukan dalam pengertian seperti sekarang yang didangkalkan sekadar sebagai penalaran dalam sains.
Mengabaikan perlunya pendalaman dan penghayatan sifat Rasul Tabliq dan Fathonah, menyebabkan Islam jalan di tempat, dan stagnan. Defensif dalam merespons krisis multidimensi seperti sekarang.
Sumber kreativitas dan inovasi peradaban ada pada rahasia kekuatan Tabliq dan Fathonah. Ketika kedua sifat ini terurai dan teraktualisasi, maka barulah muncul kebutuhan melibatkan orang orang yang kompeten tapi juga punya integritas. Maka Amanah jadi mutlak perlu.
Kalau sekarang, para ustad dan kyai, ketika menjelaskan apa penyebab krisis, jawabannya simpel, seakan sudah menjelaskan semuanya: habis pemimpin tidak amanah sih. Politisi tidak amanah sih. Habis tidak shidiq atau tidak jujur sih.
Padahal kemampuan para tokoh-tokoh Islam di era Ummayah maupun Abbasiyah dalam merenovasi dunia di berbagai bidang, karena mampu mengaktualisasikan dua sifat Rasul, Tabliq dan Fatonah dalam artinya yang lebih mendalam. Menghujam ke intisari dari kosakata itu.
Tabliq kalau di kita, diartikan cuma sebatas untuk lingkup pendidikan dan dakwah. Bukan sebagai landasan strategi kebudayaan. Apalagi sumber mengakses kearifan atau wisdom.
Di sinilah kekalahan kita terhadap Yahudi. Yahudi mampu mencuri kedahsyatan Tabliq dan Fathonah, meskipun menafikan sifat shidiq dan amanah.
Ironis memang. Umat Muslim adalah gudangnya orang-orang baik, tapi tidak menguasai Kebijaksanaan atau kearifan. Padahal kebijaksanaan atau kearifan itulah sumber datangnya pengetahuan, yang kemudian pengetahuan diolah jadi wawasan.
Dari wawasan inilah lahir temuan-temuan atau kreasi-kreasi baru dalam ilmu pengetahuan, seni budaya dan teknologi.
Kemajuan pesat berbagai bangsa di dunia, bukan karena mareka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Tapi karena punya cara pandang dalam melihat dunia untuk jadi tahu.