Imam Wahyudi, Wartawan Senior Ketua Komunitas Wartawan Senior (KWS) Jabar./ist

KONI Jabar menggandeng BPKP Jabar. Langkah kerjasama yang setara formalitas. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan sebagai lembaga pemerintah nonkementerian. Lembaga yang sejatinya mengemban fungsi pengawasan keuangan. Tanpa diminta, bahkan dikerjasamakan. Berlaku tata-cara dalam Keppres 103/2001 dengan perubahan terakhir Perpres 192/2004.

KONI Jabar berkepentingan dengan kerjasama itu. Organisasi yang bertanggungjawab melola, membina hingga peningkatan prestasi olahraga di Jabar. Hal pasti, terkait dengan sistem kelola dana hibah tahunan dari APBD Jabar. Meliputi akuntabilitas penggunaan dana itu yang notabene uang rakyat.

Sampai di sini, rasanya baik-baik saja. Sebuah itikad Ketum KONI Jabar, Budiana — yang patut diapresiasi pada kesempatan pertama. Suksesor yang berlatar akademisi ini tampak berhati-hati soal tata kelola keuangan KONI Jabar. Bersamaan itu memunculkan pertanyaan nakal, jangan-jangan sebelumnya tidak dilakukan kerjasama serupa. Betapa pun BPKP tak surut berperan atas tupoksinya.

KONI Jabar butuh pendampingan BPKP. Itu pesan terkandung. Menyusul penerimaan dana hibah dari Pemprov Jabar tahun ini senilai Rp 95 miliar. Lantas, perlu akuntabilitas keuangan dana hibah itu.

Tak cukup mengesankan, bahwa sistem kelola sebelum ini tidak setara akuntabel. Tak ingin pula terlalu jauh mengaitkan dengan persaingan di musorprov 2022 lalu. Kandidat yang notabene didukung sang gubernur, Ridwan Kamil — tak mulus melaju. Pun dalam pembukaan, penutupan agenda suksesi hingga pelantikan pengurus — tidak dihadiri gubernur. Muncul spekulasi hubungan antarkeduanya tidak sedang baik-baik saja. Betapa pun pihak pemprov tetap berkewajiban mengalokasikan dan hibah KONI Jabar.

Tak sebatas upaya mengarah akuntabilitas. Aspek transparansi pun perlu. Ada atau tidak memorandum kerjasama dengan BPKB, hal keterbukaan informasi publik mesti jadi keutamaan. Sejalan Undang-undang no. 14/2008. Hak publik untuk tahu!

Publik berhak meminta dilakukan audit, bahkan secara independen kepada BPKP. Penting untuk memupus kesan, bahwa kerjasama berpotensi menjadikan BPKP menjadi “bumper” masalah. Tak kecuali seputar “pendekatan”, sebelum penetapan alokasi dana hibah di lembaran APBD. Tak ingin pula menduga-duga, terkait peran sejumlah awak Komisi-V DPRD Jabar. Pun di lingkaran kuasa pengguna anggaran. Dua perkara terakhir tak cukup bisa diharapkan transparansi. Hal yang diduga lazim terjadi. Tak juga semudah berharap, kali ini dan nanti tak akan terjadi. Wallahu a’lam bish-shawab.

– imam wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung