Persatuan Perawat Nasional Indonesia: RUU Kesehatan OBL Produk Selundupan DPR dan Pemerintah

JAKARTASATU.COM— DPR RI direncakan bakal menandatangani dan mengesahkan RUU Kesehatan pada hari ini, Selasa 11 Juli 2023.

Penandatangan  Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law dilakukan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia yang direncanakan siang ini.

Namun ada informasi dari massa aksi menjadi pada sore hari bahkan kemungkinan rapat digelar malam hari.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia menggelar aksi protes menyatakan menolak RUU Kesehatan OmnibusLaw karena RUU tersebut merupakan Produk Norma Selundupan DPR dan Pemerintah yang mengganggu stabilitas akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, menggangu Peran Interkolaboratif Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan serta mengancam keselamatan rakyat.

Kedatangan  kami ke sini hanya tujuan menolak disyahkan rancangan Undang-undang yang berpotensi menindas kesehatan. Kita telah berupaya menemui pihak-pihak pemangku kebijakan, dan bahkan kita sudah melakukan aksi protes berkali- kali. Demikian disampaikan orator
Ketua Umum DPP PPNI DR. Harif Fahilah, S.Kp., SH.,M.Kep.,MH

“Kita harus mempertahankan legacy profesi yang yang telah diinjak-injak. Untuk itu, kita menolak pengesahan RUU kesehatan yang akan menindas dan menyengsarakan para perawat dan rakyat.,”ujar DR. Harif Fahilah

Ia menyatakan terkait mandatory spending. Mandatory spending/alokasi anggaran minimal. Dalam RUU OBL, pemerintah dan DPR  menyepakati agar menghapus ketentuan tentang alokasi anggaran minimal (mandatory spending) dalam RUU Kesehatan. Pasal 171 ayat 1 dan 2 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur alokasi anggaran kesehatan minimal 5% dari APBN dan 10% dari APBD di luar gaji dan diprioritaskan untuk pelayanan publik.

“Dengan dihapusnya alokasi anggaran minimal/mandatory spending, maka anggaran untuk memenuhi hak rakyat akan layanan kesehatan terancam dikurangi/dipangkas atau bahkan tidak terpenuhi karena pemenuhannya bergantung pada kebaikan hati penguasa,” lanjutnya

Padahal kata Ketua PPNI, berbagai kajian menunjukkan, banyak layanan kesehatan di daerah bergantung pada anggaran tersebut. Mulai dari penyediaan obat, pemberian makanan bergizi untuk mencegah stunting, bantuan iuran kepesertaan BPJS. insentif tenaga kesehatan, program edukasi kesehatan, subsidi untuk rumah sakit, dan lainnya.

“Dengan adanya anggaran minimal untuk kesehatan saja, pemerataan layanan kesehatan masih jauh dari harapan, apalagi bila anggaran minimal itu dihapuskan.,” jelasnya

“Adanya ketentuan tentang anggaran minimal saja masih banyak pemerintah daerah (37,08% pada 2020) yang tidak mematuhi apalagi bila ketentuan itu ditiadakan,” jelasnya lagi

Kemudian ia ungkapkan bahwa selama ini dikenal dalam keperawatan ada pelayanan keperawatan, praktek perarawat, kewenangan perawat, jenis perawat, pendidikan berkelanjutan bagi perawat. Namun dengan adanya  rancangan undang-undang omninuslaw ini menjadi hilang.

“Tenaga perawat tidak diperhitungkan, sementara saat pandemi dielu-elukan. Dan hasil dari RUU Kesehatan OBL ini yang akan menyengsarakan tenaga medis,” sesalnya

“Dengan dicabutnya Undang-undang kedokteran, kebidanan, keperawatan maka landasan profesi kita tidak kuat,” tandasnya

“Saya baru mengikut pertemuan internasional di luar negeri, di sana ditemukan undang-undang profesi untuk memperkuat kapasitasnya, kekuatan hukumnya,” ceritanya

“Tetapi di negara kita justru dihilangkan,” ujarnya

Ia menduga ini adalah bentuk neoliberalisasi, penjajahan model baru kepada kita. Tidak mensejahterakan kita malah mwmasukkan tenaga medis asing sebanyak-banyaknya.

“Jangankan menyediakan lapangan kerja buat kawan-kawan kita yang baru lulus. Malah jumlah besar orang-orang lain yang masuk ke negeri kita.” pungkasnya. |Yoss