Dukung Aliansi Aksi Sejuta Buruh, Rizal Ramli: Omnibus Law Sistem Perburuhan ala Perbudakan

JAKARTASATU.COM – Dipercaya oleh 15 aliansi buruh, Rizal Ramli ungkapkan rasa terima kasih sekaligus terharu atas kegigihan teman-teman buruh dalam memperjuangkan hak mereka.

“Sekian lama berkali-kali aksi protes dimana rezim nyaris dihadapi dengan tutup telinga, tutup mata dan tutup hati. Rencana untuk melakukan judicial review pada hari Kamis tanggal 27 Juli 2023 di Mahkamah Konstitusi mudah-mudahan akan jadi titik balik. Titik balik kesadaran kita semua untuk menggunakan akal sehat, untuk menegakkan kebenaran konstitusi kita,” ujar Rizal Ramli dihadapan AASB saat berkunjung ke kediamannya, Jakarta Selasa 25/7/2023

Menurut Rizal ada beberapa alasan yang selama ini dipakai untuk membenarkan bahwa undang-undang Omnibus law dianggap perlu. “Ada yang alasannya benar dan ada yang alasannya hanya mengada-ngada,” tambahnya.

Yang mengada-ada menurut Rizal adalah karena kegentingan ekonomi sehingga harus ada UU Omnibuslaw. Kegentingan itu terlalu dibesar-besarkan. Dan kalaupun ada kesulitan ekonomi bisa diatasi dengan cara-cara inovatif, tidak perlu pakai UU Omnibus law.

“Apalagi ternyata pertumbuhan ekonomi sejak sebelum dan sesudah Omnibuslaw hanya berkisar 4,5%, 5%. Jadi tidak ada alasan kegentingan. Kegentingan itu benar adanya apabila pertumbuhan ekonomi negatif seperti tahun 1997, 1998 pertumbuhan ekonomi negatif 12,9%. Nah itu genting. Tapi kalau pertumbuhan ekonomi masih positif diatas 4,5% tidak termasuk genting sama sekali,” urai Rizal.

Rizal meminta agar para pejabat jangan membiasakan membodohi rakyat. Apalagi kemudian dipakaikan alasan omnibus law dan kegentingan. “Ekonomi genting maka UMR dua tahun lalu hanya boleh naik hanya 1.04. Padahal inflasi makananan per tahunnya 7%. Bahkan lebih untuk beberapa komoditi sampai 10%,” ungkapnya heran.

“Kok bisa inflasi makanan sampai 7% sedangkan upah minimum hanya naik 1,04 %. Itu namanya proses pemiskinan massal. Itu ngajak buruh dan rakyar yang tadinya lumayan menjadi lebih miskin,” tandas Rizal Ramli. “Dan hal itu sangat anti pancasila, anti UUD’45. Tugas di UUD’45 adalah mensejahterakan rakyat termasuk buruh.

Rizal heran kenapa pemerintahan Jokowi memaksakan kenaikan upah 1,04%.
“Itu mendorong proses pemiskinan massal kepada buruh dan keluarganya, kepada rakyat,” tegasnya.

“Kemudian alasan kedua yaitu ada benarnya di berbagai kesempatan Jokowi dan menteri-menterinya bilang Undang-undang kita, peraturan kita, brokrasinya ruwet. Bikin susah investor. Hal ini benar. Terbukti dari investasi asing yang masuk ke Indonesia jauh dibandingkan dengan investasi asing yang masuk ke Vietnam, Thailan dll. Karena ruwet dan sangat birokrasi maka Jokowi menilai penting dengan adanya UU Omnibuslaw supaya jadi senjata pamungkas untuk menyederhanakan perizinan meyederhanakan proses investasi.” urainya

Tetapi kata pakar ekonomi senior ini, Jokowi selalu bilang akan mudah, hanya butuh waktu 2 minggu. Pernyataan-pernyataan itu yang kelihatannya menjadi alasannya masuk akal yang justru dijawab dengan UU Omnibuslaw yang sangat ruwet yang sangat ribet.

“Justru menjadi jalan untuk membuat brokrasi semakin sulit,” tegas Rizal.

“UU Omnibus law 1000 halaman, penjelasannya 500 halaman, jadi 1500 halaman. Mana ada UU untuk menyederhanakan, mempermudah tapi total 1000 halaman. Pengusaha besar aja ga sanggup baca pasal-pasal ada yang saling bertentangan. Apalagi UKM, buruh suruh baca. Sehingga dampaknya justru UU Omnibus law itu memberikan amunisi kepada birokrat untuk membikin tambah sulit investasi. Misalnya pengusaha kecil menghadap karena butuh izin mau bisnis ini itu. Dihadapkan dengan pasal ini itu. Akhirnya pengusaha itu UKM minta bantuan untuk dimudahkan. Kemudian apa yang terjadi? Justru UU Omnibus law ini membuka pintu celah selebar-lebarnya pemerasan birokrasi, gratifikasi, dan korupsi.”

Rizal Ramli maklum karena memang menurutnya itulah tipikal klasik Jokowi. Pidatonya, slogannya A tindakannya B. Akhirnya di kalangan birokarasi berlaku pakem yang umum yaitu kalau ada sesuatu bisa dibikin sulit kenapa dibikin mudah.

“Yang mudah dibikin sulit supaya pada nyetor Jadi mohon Pak Jokowi, sampeyan kasih karpet emas untuk pemerasan sektor usaha. Itulah yang menjelaskan UU Omnibus law sudah diloloskan tapi tak ada investasi melesat. Kecuali sektor bahan mentah karena di negara lain tidak ada.” terang Rizal

Terkait omnibus law tersebut, Rizal juga menyoroti konsep perburuhan sebagai outsourching seumur hidup yang menurutnya sangat tidak manusiawi.

“Kalau pekerja, buruh di-outsource seumur hidup maka tidak mendapat tunjangan sosial, tunjangan kesehatan, tunjangan keluarga, jika terjadi apa-apa tidak ada perlindungan. Ini perburuhan sangat tidak manusiawi, ini perbudakan modern,” sesalnya.

Semestinya menurut Rizal sistem outsourching berlaku 3 bulan saja, perusahaan bisa mengetahui karakter pekerjanya. Selanjutnya setelah 3 bulan diangkat menjadi pegawai tetap. Tidak seperti dalam UU Omnibus law yang memberlakukan outsourching seumur hidup.

“Negara Pancasila yang memiliki landasan UUD”45 tapi kok mengizinkan sistem perburuhan ala perbudakan,” pungkas Rizal prihatin. |Yoss-Jaksat