Ilustrasi revolusi mental | pixabay
Ilustrasi revolusi mental | pixabay

Oleh: Hasanuddin

Jokowi pernah menjanjikan sebuah program ambisius saat mencalonkan diri jadi Presiden yang kita kenal dengan Revolusi Mental. Program ini memiliki alasan rasional untuk dijalankan ditengah situasi maraknya korupsi, ilegal pishing, ilegal loging, tergerusnya mentalitas aparat penegak hukum, berkecamuknya paham-paham aneh dalam wacana keagamaan, dan lain-lain. Sayang sekali bahwa program ambisius yang dijanjikan saat berkampanye ini tidak dijalankan setelah terpilih jadi Presiden hingga saat ini. Karena itu program yang baik ini perlu di angkat kembali setelah di telaah apa sebab, mengapa Jokowi tidak mampu merealisasikan program yang bagus ini.

Perlu Revitalisasi Ide

Sebelum program ini dijalankan memang dibutuhkan revitalisasi ide terlebih dahulu. Sejak dari nomenclatur yang digunakan. Kata “Revolusi” mesti di ganti. Kesannya heroik, tapi tidak mencerminkan adanya sistematika progam di dalamnya. Seolah akan dilakukan secara “sim salabim”. Berikutnya tentu membutuhkan Tokoh yang mencerminkan gagasan perubahan yang sesuai dengan maksud dari perubahan mental dimaksud. Sosok yang dimaksud tentu salah satu calon Presiden yang akan kita pilih pada pilpres 2024 untuk menggantikan Jokowi meneruskan program yang mangkrak ini.

Pada apel siaga Partai Nasdem beberapa waktu yang lalu, Surya Paloh sempat mengingatkan program Jokowi ini, yang menurutnya amat sangat disayangkan karena tidak dijalankan. Padahal menurut Surya Paloh salah satu alasan mendukung Jokowi jadi Presiden, karena janji “Revolusi Mental” ini. Revolusi mental menurut Surya Paloh sejalan dengan program restorasi yang menjadi ciri gerakan dari Partai Nasdem.

Anies Baswedan, yang dicalonkan oleh koalisi perubahan, untuk menjadi Presiden 2024-2029 mendatang, dalam berbagai kesempatan telah menyampaikan uraian pada tingkat implementasi, bagaimana pentingnya pendidikan karakter diberikan secara diri kepada putra-putri Bangsa. Pendidikan karakter akan di massifkan, akan di hidupkan sebagai program prioritas saat Anies Baswedan jadi Presiden. Hal ini disampaikan dalam berbagai kesempatan termasuk saat di wawancarai oleh Karni Ilyas beberapa waktu lalu di ILC.

Pendidikan karakter dapat menjadi model dari revitalisasi gagasan “Revolusi Mental” yang mangkrak itu.

Pembinaan akhlak ini memang sangat vital bagi sebuah bangsa. Apalagi seperti Indonesia yang mayoritasnya beragama Islam.

Umat Islam telah mafhum bahwa Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmatan lil alaamiin dengan fokus melakukan perbaikan akhlak.

Kenapa akhlak yang jadi fokus tugas yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad? Rupanya karena memang kunci dari semua kesuksesan, kesejateraan, kemajuan itu adalah akhlak.

Akhlak yang baik akan menghasilkan peradaban; bukan sebaliknya peradaban yang menghasilkan akhlak.

Akhlak yang baik menghasilkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan;

Akhlak yang baik merupakan prasyarat bagi keadilan sosial;

Akhlak yang baik dari para aparat hukum merupakan prasyarat dari law in order, atau law enforcement;

Akhlak yang baik akan mencipatakan tata kelola pemerintahan yang baik;

Akhlak yang baik, akan menghadirkan lingkungan yang sehat, yang damai, aman sejahtera.

Demikian pentingnya prihal ini, memang patut di sayangkan bahwa program ini mangkrak ditangan Jokowi, dan karena itu program yang baik ini mesti diteruskan.

Dengan meneruskan program yang baik ini, maka Anies Baswedan dengan demikian melanjutkan program Jokowi, dengan terlebih dahulu melakukan perbaikan-perbaikan dalam implementasinya. Yang baik di teruskan, yang kurang ditingkan, dan yang belum di hadirkan bagi kemajuan Bangsa.

Dengan dukungan masyarakat luas, dan atas rahmat Allah swt, Insya Allah program ini dalam di jalankan saat Anies Baswedan menjabat sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Presiden). *