Ilustrasi: pexels-waldemar-nowak
Ilustrasi: pexels-waldemar-nowak

Perjodohan Pilpres di “Injury Time”, Mengapa?

 

Belum ada persetubuhan politik. Belum ada perjodohan. Belum ada yang meminang dan dipinang. Masih tetap seputar tiga kandidat.

Tiga bacapres yang sudah rilis, masih berstatus jomblo. Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo. Sementara ini berlenggok dan beraksi sendiri. Belum ada pilihan pasangan yang sexy. Belum ada pelaminan yang menandai perjodohan.

Akhir pekan lalu, Golkar dan PAN merapat dukungan ke bacapres Prabowo. Boleh dimaknai sebagai “sinyal” tawaran bawapres. Atasnama Airlangga Hartarto, ketum Golkar. Berlangsung di antara proposal serupa ajuan Muhaimin Iskandar. Ketum PKB yang klaim sudah “kawin gantung” dengan Gerindra. Sejak setahun terakhir.

Rasanya mustahil, Golkar merapat tanpa “lampu hijau” proposal hi call. Demikian pula PAN lewat ketumnya, ZulHas. PAN mendorong Erick Thohir sebagai bawapres. Boleh jadi, PKB keukeuh pada harapan semula. Publik pun boleh menduga, empat pasang mata ketum parpol itu — sudah mengarah cair.

Kalkulasi posisi Airlangga lebih pada argumen jumlah kursi di parlemen. Lebih banyak dibanding PKB dan PAN. Golkar punya bargaining power lebih tinggi. Memungkinkan posisi tawar (bargaining position) lebih tinggi pula. Bagi PAN dan PKB tetap terbuka untuk mendapatkan kompensasi lain. Jabatan unggulan, termasuk kementerian dan lembaga tinggi lainnya. Cocok harga, lanjut salaman.

Bergabungnya Golkar dan PAN ke kubu Prabowo, menandai akhir bangunan koalisi. Sembilan parpol di parlemen sudah terbagi dalam tiga poros. PDIP dan PPP dengan bacapres Ganjar Pranowo. Sementara bacapres Prabowo diusung Gerindra, PKB, Golkar dan PAN. Lima parpol tersebut merupakan pendukung pemerintahan Presiden Jokowi. Sejatinya sama dengan posisi Partai Nasdem. Namun kali ini bergeser, membangun koalisi bersama Demokrat dan PKS. Dua partai terakhir sebagai oposisi pemerintah. Ketiganya mengusung Anies Baswedan sebagai bacapres.

Kembali ke soal siapa bakal wapres tiga kandidat tadi? Masih berlanjut dalam teka-teki. Tak kecuali Airlangga yang diduga bakal wapres Prabowo. Belum juga clear di internal Golkar. Siapa bakal wapres, baru akan tampak di injury time masa pendaftaran paslon. Spasi lebih sebulan. Mulai 19 Oktober hingga 25 November 2023. Spasi injury time tak lepas dari strategi, agar “tak terbaca” lawan. Pun makna momentum hingga pertimbangan hari pasaran. Apa pun ritualnya, berlaku jamak.

Bergabungnya Golkar dan PAN ke Prabowo, pun membuat PDIP terusik. Praktis hanya dengan PPP yang dikalkulasi ciut kemenangan. Ditambah respons nyinyir terhadap “ancaman” perubahan sikap politik PPP. Itu bila Sandiaga Uno tak segera ditarik sebagai bawapres Ganjar.

Kondisi terakhir memungkinkan spekulasi lanjutan. Eskalasi bisa berubah tak terduga. Bukan tak mungkin PDIP jengah. Lantas berpikir ulang. Malah unjuk gabung ke koalisi Prabowo. Dengan proposal Ganjar sebagai bawapres. Bila itu terjadi, maka menjadi hanya dua pasangan Pilpres. Hal yang tidak dikehendaki. Pun khawatir kembali terjadi polarisasi dukungan. Belum lagi soal proposal Airlangga tadi. Tentu bakal merubah peta koalisi.*

imam wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung