PARA PEMIMPI KUASA YANG KANDAS
Oleh Aendra Medita Kartadipura
AKHIRNYA bahwa pesta demokrasi Indonesia ini ternyata akan terwujud dan berlangsung juga pada 14 Februari 2024. Hiruk-pikuk politik dan polemik ada yang awalnya Pemilu tak jadi, bahkan ada yang dorong perpanjangan periode jabatan dan juga ada yang cawe-cawe akan ada agende tiga periode secara kasat jelas tergagalkan. Alias batal.
Pada Kamis 19 Oktober adalah awal yang tepat dan gugurnya alasan tersebut diatas. Dan dua pasangan sudah mendaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU), mereka adalah pasangan pada pagi pendaftar pertama adalah Anies-Muhaimin dan jelang siang pasangan Ganjar – Mahfud daftar dan terwujud bahwa calon terlihat sudah daftar.
Kabar baru didapatkan juga bahwa pasangan Prabowo sama putra Jokowi yang presiden, Gibran akan mendaftar pada hari akhir pendaftaran capres-cawapres 2024 yaitu tanggal 25 Oktober 2023. Semoga ini berlajalan lancar.
***
Atas semua ini tulisan saya ingin sampaikan bahwa melihat semua perjalanan Pilpres 2024 ini bukan tanpa halangan karena bagi Para Pemimpi Kuasa ada juga yang Kandas. Atau mungkin tak kandas secara usang, tapi kandas saat ini mungkin akan ada di waktu lain. Karena waktu dan kesempatan adalah yang menentkan adalah satu takdir yang tak bisa di bantah.
Saya meihat mereka yang saat ini kandas untuk berlaga di pilpres 2024 begitu banyak dan lumayan mencari perhatian publik. Baiklah kita mulai saja yang saya maksud kandas disini adalah karena waktu yang tertunda atau masih ada harapan diakan datang. Kita tahu bahwa yang sudah daftar sudah jelas. Tapi kalau yang kandas inilah yang kita bahas,boleh dong, bukan yang sudah lenggang saat ini atau yang akan daftar di hari akhir pendaftraan.
Mereka yang kandas adalah –sekadar menyebut nama saja–, meski ini adalah bukan rasa kecewa nanum paling tidak mereka adalah juga punya catatan khusus. Nama Erick Thohir (ET) yang juga menBUMN adalah yang bermimpi jadi wapres bahkan dia banyak muncul di ATM dan sejumlah promo baliho sama Prabowo dan dia didorong PAN pimpinan Zulkifli Hasan. ET harus menahan rasanya karean “gagal” dipinang Prabowo. Namun yang juga menteri Sandiaga Uno yang gagal juga dipinang Partai PDIP meski dia sudah berlabuh di partai PPP namun PDIP lebih memilih Menteri Mahfud MD yang disandingkan dengan Ganjar Pranowo.
Hal yang sama juga ada nama Ridwan Kamil yang mimpi dipinang Ganjar tapi gagal juga mantan Gubernur Jabar yang populis lewat medsos ini harus menepi dan tiarap, meski dia sendiri sudah loncat setiap mau pesta demokrasi ganti jaket partai. (mulai jadi walikota yang awalnya partai Gerindra dan maju Gubernur partai pindah ke Nasdem dan saat akan pilpres dia pindah ke golkar-pen). Saat ini apakah ia akan nunggu hadil pilpres atau ajadi timses siapa? Dan siapa tahu nanti dapat jatah dipinang menteri nanti atau apalah. Atau juga malah akan ikut Pilkada lagi di Jabar periode ke dua?
Ada juga yang sempat kecewa berat yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) karean gagal di sandingkan engan Anies Baswedan lantas loncat pagar ke tim Prabowo dimana Anies (partai Nasdem Surya Paloh) lebih memilih Muhaimin Iskandar.
Dan Prabowo juga sempat “rada kaget” bahwa Muhaimin Iskandar dengan gereak cepat masuk ke tim Anies. AHY di tim Prabowo nampaknya tak dapat tempat juga karena pada 25 Oktober 2023 Prabowo akan mengandeng anak Presiden Jokowi. Ada yang unik untuk ini paska putusan MK yang kontroveri itu soal batas usia, anehnya Airlangga yang juga awalnya “minat” jika dijadikan wapres Prabowo tapi tak juga muncul namanya eh malah pinang Gibran untuk wapres untuk dan dipasakan dengan Prabowo dalam Rapimnas 21 Oktober 2023. Ada namun Yusril Ihza Mahendra juga yang “minat” jika jadi wapres Prabowo.
Akhinya saya ingin kutip lagu Iwan Fals “Nasib tak pernah berpihak. Bungaku bunga liar, bunga trotoar….” Apakah bunga trotoar itua kan teteap mekar atau menjadi bunga liar. Yang jelas Para Pemimpi Kekuasaan yang Kandas ini masih ada harap dan entah kapan dari mereka yang setia akan bertandang di lain waktu atau makin redup sinarnya dan layu sebelumberkembang kembali.(***)
*) analis pada Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI)*